Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 18 Maret 2013

Teror dan Perampokan (Tajuk Rencana Kompas)

Aparat keamanan lagi-lagi menyingkapkan kaitan antara perampokan dan aksi teror. Hasil perampokan dikatakan untuk membiayai kegiatan teror.
Kepolisian mengungkapkan, kaum teroris yang bergerak dalam jaringan luas berada di balik kasus perampokan bank di Medan atau perampokan toko emas, pekan lalu, di Tubagus Angke, Jakarta Barat. Kaum teroris membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas kejahatan mereka.
Atas pembongkaran jaringan teroris yang terus dilakukan kepolisian, kalangan masyarakat memberikan apresiasi tinggi, sekaligus bertanya-tanya, mengapa bahaya terorisme tidak habis-habisnya mengancam Indonesia. Penangkapan demi penangkapan dilakukan terhadap pelaku teror, tetapi mengapa mata rantai kegiatan dan organisasinya belum juga bisa dipatahkan.
Kegundahan bertambah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang relatif tidak terlalu direpotkan oleh ancaman terorisme. Tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menghadapi bahaya terorisme terkesan semakin rumit, lebih-lebih karena kaum teroris juga melakukan perampokan.
Tindakan perampokan oleh kaum teroris hanya membuat ketakutan menjadi berlipat ganda. Gabungan tindakan perampokan dan teror menciptakan efek psikologis ketakutan yang luar biasa di kalangan masyarakat. Aksi perampokan yang sarat kekejaman sudah menciptakan ketakutan dan rasa tidak aman bagi masyarakat. Ketakutan berikutnya, yang lebih hebat, diciptakan melalui tindakan teror, yang dibiayai dari hasil merampok.
Secara kualitatif, aksi teror disebut sebagai puncak kejahatan karena menciptakan ketakutan dan rasa mencekam sangat mendalam, bukan pertama-tama terhadap korban langsung, melainkan terhadap masyarakat luas, bahkan dunia. Kebanyakan aksi teror digunakan sebagai alat perjuangan meski dalam sejarah juga dikenal teror sekadar untuk teror, terror qua terror.
Namun, atas nama apa pun, tindakan teror dan terorisme tidak dapat dibenarkan karena mengeksploitasi kekerasan dan kekejaman secara optimal. Lebih mengerikan lagi, aksi teror tidak memilih-milih sasaran. Sering terjadi masyarakat sipil yang lemah menjadi sasaran serangan untuk mendapatkan sensasi publikasi dan efek demonstratif ketimbang, misalnya, menyerang pos aparat keamanan.
Ancaman teror juga bisa datang setiap saat, tanpa bisa diramalkan. Tidak seperti perang, termasuk perang saudara sekalipun, yang dapat diramalkan, serangan teroris selalu datang tiba-tiba, di luar dugaan. Sebagai fenomena global dan sejarah, bahaya terorisme mengancam setiap negara, termasuk Indonesia.
Namun, sekali lagi, ancaman teroris di Indonesia termasuk mencolok dan belum juga surut. Tentu saja upaya melawan bahaya terorisme sebagai kejahatan kemanusiaan tidak hanya tanggung jawab aparat keamanan, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat.
***
(Tajuk Rencana Kompas cetak, 18 Maret 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger