Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 07 Mei 2013

RI dan Kemitraan Trans-Pasifik (Anwar Nasution)

Oleh Anwar Nasution
Indonesia perlu ikut Trans-Pacific Partnership untuk kepentingan pembangunan ekonomi nasionalnya agar dapat bersaing di pasar dunia dalam industri manufaktur dan berbagai jenis jasa.
Keikutsertaan dalam Trans-Pacific Partnership (TPP) akan memaksa kita mengubah kebijakan ekonomi nasional untuk meningkatkan efisiensi. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi kita tidak hanya bersifat autopilot seperti yang terjadi sejak 13 tahun terakhir.
Disebut sebagai autopilot atau berjalan sendiri tanpa kendali pemerintah karena tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut hanya bergantung pada gejolak permintaan dan tingkat harga sekelompok kecil komoditas ekspor berupa hasil tambang dan sumber daya alam lainnya.
Ekspor komoditas primer tidak memerlukan kebijakan pemerintah dan terutama diekspor ke China dan India yang perekonomiannya tumbuh dengan pesat, rata-rata 9-10 persen setiap tahun selama tiga dasawarsa terakhir. Sementara itu, karena tidak ada lapangan pekerjaan di dalam negeri, TKI mencari sendiri lapangan pekerjaan ke seluruh dunia.
Seperti halnya pada zaman VOC, Indonesia tetap miskin, pemasok sumber daya alam dan tenaga kerja murah ke seluruh pelosok dunia, dengan pendidikan serta keterampilan yang rendah. Sebaliknya, Malaysia dan Singapura yang belakangan memperoleh kemerdekaan sudah menjadi negara dengan pendapatan menengah dan tinggi dengan struktur ekonomi yang sudah berubah menjadi industri manufaktur serta jasa-jasa.
Tiga jenis kebijakan
Ada tiga jenis kebijakan ekonomi yang perlu diubah, yaitu kebijakan moneter, fiskal, dan di sektor riil agar perekonomian nasional dapat bersaing di pasar dunia. Ada tiga tujuan dari perubahan kebijakan moneter dan restrukturalisasi industri keuangan.
Pertama, untuk mencegah terjadinya penguatan nilai tukar rupiah yang dapat menimbulkan "penyakit Belanda (the Dutch disease)" yang pada gilirannya dapat melemahkan daya saing komoditas ekspor kita, dan bahkan merusak tatanan perekonomian secara keseluruhan.
Dalam 10 tahun terakhir, penguatan nilai tukar rupiah terjadi akibat kenaikan nilai ekspor bahan mentah dan pemasukan modal jangka pendek untuk membeli SUN, SBI, serta saham di Bursa Efek Jakarta.
Kedua, menurunkan tingkat suku bunga yang dewasa ini tertinggi di ASEAN.
Ketiga, mengubah struktur industri keuangan agar lebih kompetitif dan sehat sehingga dapat menjalankan kebijakan moneter yang menggunakan tingkat suku bunga sebagai sasaran operasi kebijakan moneter.
Sasaran perubahan dalam kebijakan fiskal adalah untuk menyediakan pembelanjaan bagi pembangunan infrastruktur yang sangat langka dewasa ini yang telah lama menjadi faktor penghambat produksi, kelancaran distribusi barang, serta penanaman modal.
Defisit APBN dan rasio utang yang terlalu rendah hanya baik untuk memperbaiki citra di pasar keuangan dunia, tetapi menghambat pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja bagi tenaga kerja yang sangat banyak terutama di Pulau Jawa.
Sementara itu, reformasi struktural di sektor riil diperlukan untuk memperbaiki iklim usaha dan logistik yang buruk, meningkatkan efisiensi dan daya saing BUMN serta BUMD, serta meningkatkan ekonomi nasional di pasar regional dan global. Sistem logistik yang baik diperlukan untuk menyatukan pasar nasional yang sekarang terkotak-kotak.
Untuk integrasi
Pembentukan TPP diusulkan Presiden Obama pada tahun 2009 untuk mewujudkan cita-cita APEC, yakni meningkatkan integrasi perdagangan dan investasi di kawasan Lautan Pasifik. Hingga tahun 2012 sudah berlangsung 15 kali perundingan, dan direncanakan ada tiga kali pembahasan pada tahun 2013, yakni Maret di Singapura, Mei di Peru, dan September di tempat lainnya. Diharapkan TPP dapat mulai beroperasi pada tahun 2014. Ada tujuh negara inti yang sejak awal mendukung pembentukan TPP, yakni Australia, Brunei, Cile, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Amerika Serikat. Malaysia serta Vietnam menjadi anggota akhir tahun 2010.
Dengan demikian, sekarang sudah ada empat negara anggota ASEAN yang menjadi anggota TPP. Pada 15 Maret lalu, Perdana Menteri Abe mengumumkan keikutsertaan Jepang dalam organisasi tersebut. Diharapkan Kanada, Meksiko, dan Korea akan segera bergabung. Filipina dan Thailand juga tertarik untuk ikut.
Ada tiga hal yang membedakan TPP dengan APEC dan perjanjian perdagangan lainnya yang ada di kawasan ini. Pertama, TPP akan semakin menurunkan tarif bea masuk dan memangkas hambatan nontarif untuk meningkatkan perdagangan produk pertanian dan industri manufaktur. Berbeda dengan perjanjian dagang lainnya, TPP memberikan jadwal waktu yang lebih jelas untuk menurunkan hambatan tarif dan nontarif bagi produk pertanian dan hasil industri manufaktur, termasuk standar barang dan kesehatan.
TPP memberikan kelonggaran waktu untuk melakukan liberalisasi parsial bagi jenis komoditas yang dianggap sensitif oleh suatu negara seperti beras, gula, dan susu serta produk turunannya. Untuk memperlancar perdagangan antarnegara, TPP akan memperlonggar ketentuan mengenai negara asal barang (rules of origin), sertifikasi, dan proses pengaturan lainnya, serta semakin membuka persaingan bagi pengadaan pemerintah.
TPP akan meliberalisasi hambatan perdagangan dan investasi dalam pengadaan jasa-jasa seperti jasa-jasa keuangan, asuransi, telekomunikasi, paket udara, dan jasa-jasa transportasi lainnya. Proteksi hak cipta dalam TPP termasuk paten industri farmasi dan hak cipta digital. TPP juga mencakup aturan tentang lingkungan hidup seperti masalah konservasi dan perubahan cuaca. TPP juga akan mengoreksi proteksi yang berlebihan pada perusahaan negara.
Diharapkan BUMN dan BUMD kita dapat bersaing dengan BUMN Malaysia dan Singapura ataupun perusahaan swasta. TPP akan menegakkan disiplin tentang pembatasan lalu lintas modal swasta antarnegara.
Topik baru
TPP akan mengenalkan topik baru seperti kebijakan persaingan usaha, badan usaha milik negara, bantuan pada badan usaha kecil dan menengah, lingkungan hidup, penerapan aturan, serta standar tenaga kerja yang telah disepakati dalam forum Organisasi Buruh Internasional (ILO). Tujuan pengaturan yang terakhir ini adalah agar dijamin adanya netralitas dan kesamaan akses pada sumber keuangan, faktor produksi, serta distribusi barang dan jasa bagi perusahaan negara dan swasta.
Keputusan dalam organisasi ASEAN dan APEC diambil berdasarkan musyawarah dan mufakat serta bersifat sukarela. Jadwal liberalisasi sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing negara anggota. Organisasi dan anggota ASEAN tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Sebaliknya, keputusan TPP adalah bersifat formal, mengikat, dan dengan jadwal liberalisasi yang jelas serta berlaku umum bagi semua anggota tanpa kecuali.
KTT ASEAN pada November 2011 memutuskan untuk membentuk RCEP yang mencakup kawasan Asia Tenggara, Asia Timur, Asia Selatan, serta Australia dan Selandia Baru. Kedua negara terakhir sudah menyatakan keinginan ikut RCEP, sedangkan RRC, Korea, dan India masih pikir-pikir.
RRC, Jepang, dan Korea tengah berunding untuk membentuk pasar bebas (free trade area/FTA) di antara ketiganya yang akan menambah 126 perjanjian FTA yang sudah ada di kawasan Asia-Pasifik pada akhir tahun 2012.
Karena RCEP dan TPP tidak bersaing, satu negara menjadi anggota kedua organisasi, sekaligus memperluas pasar ekspor dan menarik penanaman modal swasta asing. Masuknya empat negara anggota menjadi sponsor TPP tidak akan melemahkan posisi tawar ASEAN yang memprakarsai pembentukan RCEP.
Anwar Nasution Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
(Kompas cetak, 7 Mei 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®


























Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger