Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 18 Juli 2013

Pejabat Negara Sibuk Sendiri (Kompas)

Sinyalemen jelang Pemilu 2014 pejabat bekerja tak maksimal bukanlah berandai-andai. Kita garis bawahi pernyataan Pramono Anung.
Sinyalemen bahkan kenyataan ini bukan kinerja bagus pejabat publik. Sebab, begitu seseorang—dari parpol sekalipun—diangkat sebagai pejabat negara, yang bersangkutan milik publik. Yang dikedepankan seharusnya kepentingan publik, bukan kepentingan sebagian rakyat (parpol). Sebaliknya yang terjadi belakangan ini. Menteri yang diajukan atau mewakili parpol, gaya dan cara menjalankan tugasnya menempatkan diri sebagai orang parpol di pemerintahan. Kepentingan umum dikalahkan kepentingan partai.

Kepala negara mana pun, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahu, berhak, dan wajib mengingatkan bahwa tugas pejabat negara adalah abdi rakyat, bukan abdi partai. Alokasi waktu melaksanakan tugas pokok tetap harus lebih besar daripada alokasi untuk partai. Peringatan dan teguran SBY kepada menterinya kita rasakan masuk akal dan sudah seharusnya. Teguran SBY kepada menteri, hari-hari ini, sering terjadi, perlu diapresiasi. Lebih tegas lagi kalau SBY menginstruksikan menteri yang akan berkampanye untuk partainya dipersilakan mundur.

Dengan sistem pemerintahan mirip "gado-gado"—sistem presidensial atau sistem parlementer, presidensial dengan kabinet parlementer—semua bisa rancu. Batas tugas negara dan tugas partai tidak jelas. Berkampanye menggunakan fasilitas negara tinggal jadi wacana tanpa solusi, dan toh terjadi demikian. Belum lagi menjelang pemilu, seolah-olah diperbolehkan begitu saja seorang menteri mengalokasikan waktu untuk kampanye partai.

Tidak ingin kita jabarkan kelebihan dan kekurangan setiap sistem. Kita tempatkan praktik kedua sistem jalan bersama ini sebagai bagian dari pencarian bentuk praktis-pragmatis—bukan yuridis—yang efisien dan efektif dengan kultur Indonesia. Kita sekadar mengingatkan makna jabatan publik seharusnya mendahulukan kepentingan (kebaikan) publik (bersama).

Karena begitu banyak persoalan yang membelit masyarakat akhir-akhir ini, perlu disusun skala prioritas dengan kriteria mendahulukan kepentingan publik. Taruhlah sebagai contoh, perlunya menstabilkan harga. Tempatkan stabilitas harga sebagai target, disusun inisiatif dan cara-cara mencapainya.

Pejabat sibuk sendiri mempersiapkan kepentingan menjelang Pemilu 2014 bertentangan dengan etika pejabat publik. Teguran dan peringatan atasan merupakan bentuk pengawasan yang dengan mudah dilanggar dalam sistem pemerintahan serba tidak jelas.

Sikap etis pejabat publik perlu dibangun secara intrinsik lewat sistem panoptik (Michel Foucoult), dilakukan tidak dengan pengawasan terus-menerus, teguran dan peringatan dari atasan yang secara legal-yuridis berhak, tetapi tidak eksis dan eksekutif, tetapi dengan entakan psywar diskontinu oleh masyarakat-warga-publik sendiri.

(Kompas, 18 Juli 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger