Tentu berita itu melegakan. Tindakan Suriah tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban negeri itu memenuhi batas waktu yang digariskan Amerika Serikat dan Rusia, yakni sebelum 1 November 2013.
Suriah setuju menghancurkan semua senjata kimia yang dimilikinya pertengahan tahun 2014 setelah AS mengancam akan menyerangnya. Ancaman AS itu muncul setelah Agustus lalu terjadi penyerangan dengan menggunakan senjata kimia, gas sarin, terhadap penduduk di sekitar Damaskus. Akibat serangan itu, lebih dari 1.000 orang tewas dan banyak lagi yang terluka.
Ketika itu muncul perdebatan, siapa yang menggunakan senjata kimia. Kelompok oposisi bersenjata Suriah menuding rezim yang berkuasa pimpinan Bashar al-Assad-lah yang menyerang penduduk dengan menggunakan senjata kimia. Akan tetapi, pihak Assad balik menuduh bahwa kelompok oposisilah yang melakukan semua itu.
Tim PBB juga yakin bahwa telah digunakan senjata kimia. Namun, oleh siapa? AS mencari dukungan untuk menghukum Suriah karena dianggap telah melanggar "garis merah", yakni menggunakan senjata kimia. Keinginan AS untuk menghukum Suriah dikendurkan oleh Rusia, sekutu setia Suriah, yang mendekati Damaskus agar bersedia menghancurkan senjata kimia yang dimilikinya.
Kini langkah pertama, menghancurkan 21 dari 23 fasilitas pemroduksi senjata kimia yang dimiliki Suriah, sudah dilakukan. Secara teknis, Suriah sudah tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi lagi senjata kimia. Akan tetapi, Suriah masih memiliki stok senjata kimia yang belum dihancurkan.
Diyakini, Suriah menjadi negara nomor tiga pemilik terbesar senjata kimia setelah AS dan Rusia. Diperkirakan Suriah memiliki 1.000 ton gas mustard, gas sarin, dan senjata kimia lain. Tidak mudah menghancurkan semua senjata itu. Ada pengalaman, AS, yang berjanji menghancurkan semua senjata kimianya pada April 2012, hingga kini belum bisa memenuhi janjinya dan meminta agar batas akhir diundur. Pentagon memperkirakan AS baru bisa menghancurkan semua pada tahun 2023.
Ada banyak alasan mengapa demikian. Misalnya, menyangkut masalah lingkungan dan keprihatinan masyarakat. Di mana akan dihancurkan senjata-senjata kimia itu? Apakah tidak akan merusak atau memengaruhi lingkungan, membahayakan masyarakat. Pun penghancuran itu membutuhkan biaya sangat besar.
Hal yang sama kiranya dihadapi Suriah. Di mana senjata kimia yang mereka miliki akan dihancurkan dan siapa yang akan menanggung biayanya. Dengan kata lain, persoalan belum selesai. Sekarang, katakanlah, baru separuh jalan.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000002948749
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar