Israel memang menjadi satu-satunya negara yang terang-terangan menentang kesepakatan tersebut. Menurut kesepakatan itu, Iran berkomitmen melakukan serangkaian tindakan nyata untuk mengurangi cadangan material nuklir ke tingkat yang tidak membahayakan dan mengurangi kemampuannya untuk memproduksi material baru yang membahayakan. Misalnya, Iran berjanji menghentikan pengayaan uraniumnya.
Janji Iran itu harus dituntaskan dalam tempo enam bulan. Akhirnya nanti setelah semua janjinya dipenuhi, akan ditandatangani kesepakatan final. Sebagai imbalannya, Iran akan menerima 6 miliar dollar AS hingga 7 miliar dollar AS untuk mengurangi akibat dari sanksi ekonomi internasional. Dan, ujungnya sanksi akan dicabut.
Menurut Gedung Putih, semua itu adalah tahap awal kesepakatan. Perundingan dimaksudkan untuk sampai pada kesepakatan final yang berarti menjamin bahwa program nuklir Iran adalah untuk tujuan damai.
Akan tetapi, kesepakatan seperti itu oleh Israel dianggap sebagai tidak cukup. Oleh karena, tidak secara tegas membuat Iran tidak mampu memproduksi senjata pemusnah massal. Itulah sebabnya, kesepakatan Geneva itu dinilai sebagai kesepakatan yang berbahaya. Sebab, kesepakatan tersebut tetap memberi kemungkinan Iran tetap berada di "ambang pintu sebagai negara nuklir".
Sebenarnya, sikap kurang "senang" terhadap kesepakatan itu juga diungkapkan Arab Saudi, yang selama ini menjadi rival, baik secara politik, strategis, maupun ideologis Iran. Akan tetapi, belakangan, Arab Saudi menyatakan kesepakatan itu sebagai solusi komprehensif terhadap masalah nuklir Iran.
Apakah Israel mempunyai pilihan lain? Untuk saat ini tidak. Karena sekutu besarnya, AS, justru menjadi pemrakarsa utama pertemuan Geneva yang menghasilkan kesepakatan yang oleh banyak kalangan disebut sebagai "kesepakatan bersejarah".
Karena itu, PM Israel Benjamin Netanyahu harus menerima putusan Geneva itu, kalau tidak ingin Israel terlempar dari panggung internasional dan dianggap bahkan dicap sebagai negara penentang usaha damai. Israel, memang, selama ini saling melempar kata dan ancaman dengan Iran untuk saling melenyapkan. Akan tetapi, situasi sekarang sudah berbeda. Dan ini berarti, Israel harus menyesuaikan diri dengan perkembangan baru itu.
Di luar semua itu, bisa jadi kesepakatan Geneva ini menjadi pemicu semakin eratnya kerja sama Israel dan Arab Saudi, yang sama-sama berseberangan dengan Iran. Arab Saudi tidak menginginkan Iran muncul sebagai kekuatan paling dominan di Timur Tengah dan Teluk.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003374088
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar