Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 28 Desember 2013

Doa Akhir Tahun 2013 (Indra Tranggono)

PADA akhir 2013 ini beragam permintaan seluruh umat manusia menyerbu "Departemen Pengabulan Doa" di surga. Para malaikat terpaksa kerja lembur menyeleksi jutaan doa yang pantas dan tidak pantas diajukan kepada Tuhan. Doa standar seperti harapan atas keselamatan manusia dan dunia langsung diloloskan.
Namun, doa-doa "krusial", misalnya doa para koruptor agar dibebaskan dari hukuman, sengaja mereka tahan. Dalih mereka, doa macam itu tidak pantas diajukan kepada Tuhan.

Para malaikat sangat yakin bahwa Tuhan berada di belakang para penegak hukum dan lembaga peradilan yang bersih. Tuhan sangat membenci dan mengutuk korupsi dan koruptor yang telah menghancurkan masa depan umat manusia, ciptaan-Nya.

Ketika para malaikat hendak istirahat, tiba-tiba muncul gemerencang doa dan permintaan yang keras mengentak. Setelah diselidiki, ternyata suara itu datang dari para tokoh elite  Indonesia. Mereka ingin menjadi presiden Republik Indonesia. Para malaikat merasa sungkan menyampaikan permintaan itu kepada Tuhan.

Bagi para malaikat, Tuhan terlalu mulia untuk dimohon mengurusi permintaan klise yang rutin muncul setiap lima tahun sekali itu. Apalagi, kebanyakan calon dan presiden petahana tampak kurang serius. Ketika dikabulkan permintaannya menjadi presiden, umumnya mereka melempem menjalankan tugas-tugas profetik dan lupa janji-janjinya.

Lalu, persoalan ketidakadilan dan korupsi tetap saja menjadi menu rutin dalam kepemimpinan mereka. Mereka selalu berdalih "sedang belajar memimpin negara" tanpa memberi batasan waktu masa belajarnya.

Kesatria politik
Para malaikat geleng-geleng kepala. Betapa degradasinya bangsa ini, pikir mereka. Di negeri ini tidak muncul lagi  banyak pemimpin sejati seperti pada saat awal negeri ini berdiri. Waktu itu para malaikat bisa tersenyum melihat generasi bangsa ini yang tampil trengginas membangun peradaban bangsa.

Secara fisik mereka tampil sangat sederhana bahkan hidup pas-pasan, tetapi kepala mereka selalu mendidih dan menderu seperti mesin lokomotif. Perjalanan menempuh bermil-mil persoalan ditunaikan dengan jiwa yang bersih. Satu-satunya pamrih hanyalah mewujudkan kesejahteraan bangsa.

Generasi negarawan itu  adalah para kesatria politik yang berani pasang badan terhadap segala risiko dalam memimpin perubahan. Mereka menjalani peran politik secara bermartabat: berbasis etik dan etos.

Etika mendorong mereka menjalankan peran dan fungsi politik untuk mewujudkan cita-cita sosial: masyarakat bangsa berkeadilan, berkemakmuran, dan bermartabat. Etos mendorong mereka mampu menjalankan tugas-tugas profetik secara jujur, gigih, dan kreatif. Mereka membebaskan rakyat mereka dari kemiskinan dan kebodohan, serta meninggikan rakyat secara eksistensial.

Selalu monoton
"Saya sering mengelus dada mendengarkan suara hati mereka. Bunyinya selalu monoton. Hanya keuntungan, keuntungan, dan keuntungan," keluh salah satu malaikat.

Malaikat lain pun berucap, "Ya, tapi bagaimanapun bangsa ini harus ditolong. Masih banyak orang baik di negeri ini."

"Caranya?" sergah malaikat yang lainnya lagi.

"Tangkap, adili, dan hukum semua koruptor Merekalah biang keladi keterpurukan negeri ini sehingga tak ada ruang bagi orang-orang baik," ujar salah satu malaikat.

"Siapa yang berani? KPK? Tugas mereka sudah sangat berat menangani kasus korupsi pinggiran yang jumlahnya ribuan hingga belum sempat menyentuh korupsi pada inti kekuasaan."

"Itulah kelemahan KPK. Mestinya mereka berani langsung menyendok bubur tepat di bagian tengah. Otomatis korupsi di pinggiran akan tergulung," ujar malaikat yang lain.

Tak punya kapasitas
Tak ada respons. Ide itu dianggap mustahil. Akhirnya para malaikat memutuskan untuk mengurusi doa dan permintaan orang-orang menderita yang jumlahnya terus meningkat. Mereka tak beda dengan kaum usiran di negerinya sendiri, baik secara politik, sosial, ekonomi, maupun budaya.

"Masak kita tega membiarkan negeri ini kembali dikuasai orang-orang yang tidak punya kapasitas brahmana sekaligus kesatria. Ingat Pemilu 2014 sudah dekat, nih," bisik salah satu malaikat.

"Apa orang macam itu  masih ada di negeri ini?" tanya malaikat yang lain.

Dari tempat-Nya yang jauh, Tuhan pun tersenyum. Para malaikat sangat memahami senyuman Tuhan, Sang Mahapem- buat Skenario.

Harapan pun mekar dalam dada para malaikat.

INDRA TRANGGONO, Pemerhati Kebudayaan dan Sastrawan

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003827418
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger