Dari dua laporan harian ini, Senin dan Selasa (17-18/3), baru menginjak bulan ketiga tahun 2014, angka kriminalitas sudah setinggi itu, belum sampai akhir tahun. Sementara pada 2013 kepolisian setempat menangani 2.613 kasus. Angka ini belum termasuk angka kriminalitas di empat wilayah lainnya. Belum lagi jenis kriminalitas, tingkat sadistis, dan tingkat kebrutalannya.
Pembunuhan Ade Sara Angelina Suroto (19) oleh sepasang muda-mudi Hafiz (19) dan Asifah (19) awal Maret ini di Jakarta Timur, Yohana Febri N oleh AS (17) di Jakarta Selatan pertengahan Maret lalu, hanyalah dua kasus yang terjadi belakangan. Lebih mengentakkan ketika para pelaku dan korbannya anak-anak remaja.
Dua peristiwa kejahatan (pembunuhan) tersebut sudah pasti hanya yang tercatat media, dan yang dilaporkan serta diungkap aparat keamanan. Banyak peristiwa pembunuhan yang tidak terangkat ke permukaan. Banyak jenis kejahatan fisik lainnya, dengan beragam tingkat kesadisan dan jenis pelakunya, yang menunjukkan betapa murahnya harga kehidupan di Jakarta.
Analisis para ahli, bahkan politisi yang memanfaatkan kesempatan ini sebagai "jualan kecap kepentingan politik", bisa kita terka. Kurang lebihnya: kesulitan hidup, faktor ekonomi, tingginya tingkat survival, robohnya rasa solidaritas, lemahnya penegakan hukum, dan faktor keluarga. Serba minus di atas membenarkan asumsi, Jakarta ladang subur segala jenis dan bentuk kejahatan.
Keamanan dan rasa aman hidup di Jakarta terasa mewah, padahal keduanya hak setiap warga. Keduanya seharusnya bisa diselenggarakan oleh pemerintah yang diembankan kepada aparat kepolisian. Namun, ketika personel polisi miris oleh kebrutalan penjahat, bopeng sana-sini oleh berbagai penyalahgunaan wewenang, apalagi jadi pelindung bagi aksi kejahatan, lengkap sudah Jakarta tidak aman bagi penghuninya.
Tingginya angka urbanisasi, melonjaknya pertumbuhan penduduk, beredarnya lebih dari 75 persen uang kartal di Jakarta, Ibu Kota tetap saja jadi daya tarik. Hidup di Jakarta berarti siap dengan berbagai kontradiksi, siap berjibaku dengan kerasnya kehidupan. Ibaratnya, menggerakkan tangan saja sudah ada uang recehan mampir di tangan.
Kriminalitas seharusnya tidak seiring dengan pertumbuhan kota. Banyak kota modern di dunia terbukti bisa dirasakan ramah, aman, nyaman, dan damai. Sejumlah syarat dipenuhi, selain faktor fasilitas umum, tak kalah penting penegakan hukum oleh aparat keamanan.
Lebih penting lagi, peranan keluarga membangun sebuah home dan bukan sekadar house. Tugas pemerintah perlu dibantu peranan keluarga sebagai pendidik pertama, bergandengan tangan menciptakan kota Jakarta yang relatif bebas dari kriminalitas.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005534846
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar