Pemilu legislatif dihadapkan pada masalah yang sama dari pemilu ke pemilu, yakni partisipasi politik yang tidak tinggi. Tingkat partisipasi politik di Indonesia sedang mengalami tren turun. Pada saat Orde Baru berakhir, Pemilu 1999 dinilai sebagai pemilu paling demokratis. Tingkat partisipasi politik waktu itu mencapai 92,74 persen. Tingkat partisipasi politik itu terus turun dari pemilu ke pemilu. Pada Pemilu Legislatif 2009, tingkat partisipasi politik berada pada angka 70,09 persen.
Latar belakang inilah yang mungkin mendorong Ketua MPR Sidarto Danusubroto menyerukan agar masyarakat menggunakan hak pilihnya. Seruan itu disampaikan kepada wartawan seusai pertemuan antarlembaga negara di Kompleks Parlemen, akhir pekan lalu. Partisipasi politik masyarakat, menurut Sidarto seperti dikutip Kompas, 21 Maret 2014, diharapkan tumbuh dari kesadaran, bukan karena paksaan atau politik uang.
Seberapa tinggi tingkat partisipasi politik memang tidak akan memengaruhi pemilu. Pemilu tetap sah dan siapa pun yang terpilih tetap akan punya legitimasi. Di Indonesia, memilih adalah hak, berbeda dengan negara lain yang menempatkan pemilih sebagai kewajiban.
Sejauh yang kita tangkap dari pemberitaan media massa, pemilih masih bingung terhadap tata cara pemilihan. Pemilih tak bisa membedakan antara pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, serta Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi maupun DPRD yang akan dipilih pada Pemilu 9 April. Kenyataan itu juga dikonfirmasi dengan hasil penelitian peneliti indikator politik Kuskrido Ambardi, yang menyebutkan, 48,7 persen tidak mengenal siapa caleg di daerah pemilihan mereka. (Tempo, 22 Maret 2014)
Meskipun tak memengaruhi legitimasi pemilu, Komisi Pemilihan Umum tetap perlu melakukan langkah-langkah untuk merespons gejala kelelahan politik yang sedang terjadi. Panggung kampanye yang sudah berlangsung seminggu dan sepi dengan gagasan alternatif untuk membangun Indonesia belum sepenuhnya mampu meredam kelelahan politik yang sedang terjadi. Memang, dalam kampanye terbuka semua partai politik ada peserta yang datang, termasuk anak-anak, tetapi tetap harus dipastikan apakah mereka datang karena kesukarelaan atau karena mobilisasi massa yang mengandalkan kekuatan modal.
Pemilu 9 April akan diikuti 181 juta pemilih dengan lebih dari 11 juta pemilih adalah pemilih yang baru pertama kali memberikan suara. Kita berharap KPU lebih aktif menyosialisasikan teknis pemberian suara dan harus bisa memastikan surat pemberitahuan memilih sudah diterima pemilih tiga hari sebelum hari pemungutan suara. Jangan sampai Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memainkan surat pemberitahuan memilih untuk kepentingan parpol tertentu.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005634327
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar