Sinyalemen adanya pembagian uang pada masa kampanye antara lain diangkat Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutarman. Sutarman meminta agar masalah politik uang itu dilaporkan kepada Sentra Penegakan Hukum Terpadu agar bisa ditindaklanjuti. (Kompas, 19 Maret 2014). Adanya indikasi politik uang juga mulai tercium Badan Pengawas Pemilu yang berjanji segera menyampaikan praktik politik uang itu kepada masyarakat.
Politik uang dalam artian memberikan uang kepada kelompok masyarakat untuk menghadiri kampanye rupanya sudah menjadi fenomena hampir tiap kampanye, baik dalam pemilu maupun pemilu kepala daerah. Dalam situasi yang pragmatis dan transaksional seperti saat ini, sangat susah memobilisasi massa tanpa adanya dana. Calon anggota legislatif harus mengurus kocek mereka untuk menyewa bus, membayar uang makan, memberikan kaus, serta memberikan uang saku kepada para peserta kampanye. Kondisi seperti inilah yang membuat politik menjadi begitu mahal. Sejumlah calon legislator pun mengeluhkan kondisi ini.
Dalam situasi psikologis masyarakat seperti yang ada sekarang, mungkin perlu dipikirkan mekanisme kampanye yang lebih efektif. Kampanye dengan memobilisasi massa memang bisa menunjukkan eksistensi sebuah partai politik, tetapi kadang tidak efektif sebagai penyampaian pesan. Perlu dipikirkan model kampanye yang lebih efektif untuk menyampaikan pesan secara dialogis sekaligus melakukan pendidikan politik.
Keinginan bangsa ini untuk mewujudkan pemilu berintegritas, dengan wakil-wakil rakyat yang berintegritas pula, seyogianya tidak dikotori politik uang. Adalah sebuah inkonsistensi jika parpol mencanangkan komitmen memberantas korupsi, tetapi di lapangan parpol mengimingi peserta kampanye dengan imbalan.
Mahalnya biaya pemilu yang menurut penelitian Pramono Anung Wibowo bisa mencapai Rp 6 miliar menjadikan pemilu sangat mahal. Jika pola itu terus terjadi, DPR akan didominasi para pemodal yang mempunyai kekuatan kapital besar atau calon legislator yang dikontrol para pemodal besar.
Menjadi harapan kita bersama, aturan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR ditegakkan pada saat minggu-minggu pertama kampanye. Selain melanggar hukum, pemberian uang kepada peserta kampanye bisa berdampak pada dibatalkannya keikutsertaan mereka dalam pemilu. Aturan itu harus ditegakkan karena ketika aturan hanya menjadi teks, kewibawaan aturan itu akan kian meredup dan pada akhirnya situasi anarki bisa terjadi.
Berbagai penyimpangan kecil dalam masa kampanye perlu ditertibkan sehingga tidak berkembang menjadi pelanggaran-pelanggaran besar.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005552411
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar