Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 06 September 2014

Penguatan Kantor Kepresidenan (Asvi Warman Adam)

PERDEBATAN tentang kegemukan atau kerampingan kabinet mendatang hanya mempersoalkan berapa orang akan jadi menteri (dan wakil menteri) dan berapa sektor yang dapat digabungkan. Yang tidak disinggung adalah kenyataan bahwa jumlah pegawai di berbagai kementerian itu tetap sama.
Apabila jumlah kementerian dikurangi, belum tentu akan lebih hemat. Kalau alasan perampingan atau penggabungan itu demi keefektifan jalannya pemerintahan, tentu hal itu dapat dicapai dengan meningkatkan koordinasi antar-kementerian. Peran menteri koordinator krusial di sini. Sementara itu, penentuan jumlah kementerian dan urusan yang dilakukannya bergantung pada undang-undang yang sebagiannya mesti dilakukan presiden dengan persetujuan atau pertimbangan DPR. Lebih praktis apabila presiden mendatang tak melakukan perubahan dalam penentuan jumlah menteri (kecuali wakil menteri yang cukup satu orang: wakil menlu).        

Apabila penentuan ukuran kabinet terkait dengan DPR, tidak demikian halnya dengan Kantor Kepresidenan yang dapat ditetapkan sendiri dengan keputusan presiden. Tentu saja bentuk dan tugas kantor kepresidenan (executive office of the president) tidak sama di dunia.

Pada masa pemerintahan SBY dapat dianggap beberapa lembaga yang melekat tugasnya dengan presiden termasuk dalam Kantor Kepresidenan, seperti staf khusus, Dewan Pertimbangan Presiden, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), serta juru bicara presiden. Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet jelas berhubungan langsung dengan presiden. Penting ditegaskan apakah Sekretaris Negara itu membawahi Sekretaris Kabinet atau kedudukannya setara. Yang jelas jangan sampai ada dualisme di antara keduanya. Atau keduanya digabung saja.    

Setelah Dewan Pertimbangan Agung (DPA) ditiadakan, pada pemerintahan SBY dibentuk  Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang jumlah anggotanya terbatas. Pada masa mendatang,  hubungan dan kerja sama antara Wantimpres dan presiden perlu lebih baik serta komunikatif sehingga "pertimbangan" mereka memang bermanfaat dan dipakai presiden.

Staf khusus diperlukan presiden untuk penanganan masalah tertentu secara cepat. Untuk bidang apa saja hal itu diperlukan? Sesungguhnya  presiden tak perlu staf khusus bidang blue energy atau benih superletoi. Apakah untuk berurusan dengan parlemen presiden membutuhkan staf khusus atau justru sebuah lembaga setingkat UKP4?  Sekarang penilaian terhadap kinerja kabinet dilakukan UKP4. Lembaga ini dipimpin seorang yang dianggap setara dengan "menteri senior". Instansi  ini yang memberikan rapor hijau atau merah kepada para menteri. Pertanyaannya, apakah unit kerja ini akan dipertahankan atau tugasnya dilimpahkan kepada (Sekretariat) Wakil Presiden?  

Pembagian tugas
Jawaban dari pertanyaan di atas tentu bergantung pada pembagian tugas dan wewenang presiden dan wakil presiden. Menurut Jimly Asshiddiqie, wakil presiden berperan sebagai "wakil yang mewakili presiden, pengganti yang menggantikan presiden, pembantu yang membantu presiden, pendamping yang mendampingi presiden, dan sebagai wakil yang bersifat mandiri".

Walaupun demikian, masih menurut Jimly, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, secara konstitusional presiden dan wakil presiden harus bertindak sebagai satu kesatuan subyek jabatan kepresidenan. Bahkan, ada yang berpendapat, sebaiknya Kantor Kepresidenan dan Kantor Wakil Presiden digabungkan.

Bambang Kesowo pernah mengemukakan usul peran wakil presiden sebagai "kepala staf" kabinet yang bertugas memimpin dan mengendalikan teknis pelaksanaan keputusan-keputusan yang diambil dalam sidang kabinet, memastikan penanganan dan capaian hasilnya, serta melaporkannya kepada presiden. Jadi, aspek pengendalian dan pengawasan menjadi wewenang wakil presiden sehingga presiden bisa memusatkan perhatian kepada persoalan eksternal, baik yang bersifat nasional maupun internasional.

Namun, dengan hanya menjadi "kepala staf", apakah wakil presiden akan lebih terkesan sebagai administrator? Apakah pembagian peran seperti Soekarno-Hatta tempo dulu masih relevan sekarang, yang satu menjalankan administrasi dan satu lagi sebagai solidarity maker. Sebaiknya dipertimbangkan pengalaman dan kompetensi unggulan pasangan presiden-wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla.

JK berhasil menyelesaikan konflik Aceh dan beberapa daerah lain pada era reformasi. Mungkin wakil presiden dapat diminta berperan menyelesaikan kasus Papua walaupun dari sisi lain, warga daerah itu tampaknya banyak berharap kepada Jokowi. Yang jelas kemampuan lobi politik JK sangat diperlukan untuk berhadapan dengan DPR. 

Asvi Warman Adam
Peneliti Senior LIPI

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008645463
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger