Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 16 Oktober 2014

TAJUK RENCANA: Penuhi Hak atas Rumah (Kompas)

PAPAN merupakan hak dasar rakyat yang dijamin konstitusi. Kenyataannya, penyediaan rumah selama ini tertinggal jauh dari kebutuhan.
Harkat manusia ditentukan oleh terpenuhinya kebutuhan dasar, yaitu pangan, sandang, dan papan. Papan melindungi manusia dari terpaan cuaca dan iklim, tempat beristirahat, dan berkumpul bersama keluarga. Tanpa tempat tinggal layak, sulit membayangkan manusia dapat mengembangkan akal budinya secara maksimal dan bekerja produktif.

Data Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat menyebutkan, kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan tempat tinggal (backlog) nasional tahun ini 15 juta unit dengan mengacu pada data Badan Pusat Statistik tahun 2013. Rumah tidak layak huni jumlahnya 7,5 juta unit dan luasan permukiman kumuh 59.000 hektar.

Kesenjangan antara kebutuhan rumah dan penyediaannya terus bertambah dari tahun ke tahun. Salah satu data menyebutkan, kesenjangan tersebut pada tahun 1998 besarnya 5 juta unit, bertambah menjadi 7 juta pada 2004, dan menjadi 11 juta pada tahun 2009.

Rakyat di perkotaan semakin sulit mengakses rumah karena harganya semakin mahal. Rakyat berpenghasilan rendah tinggalnya jauh dari pusat kota atau dari tempatnya bekerja. Jarak yang jauh, selain menambah biaya transportasi, juga menurunkan produktivitas kerja.

Pemerintah berkilah, penyediaan perumahan bagi rakyat, terutama yang miskin dan berpenghasilan rendah, terhambat oleh tidak tersedianya peraturan perundangan dan peraturan pemerintah yang mengatur penyediaan rumah untuk rakyat.

Namun, dalam diskusi bersama harian Kompas dan Kemenko Kesejahteraan Rakyat terungkap telah tersedia cukup peraturan yang mewajibkan pemerintah menyediakan perumahan untuk rakyat. Peraturan tersebut mulai dari UU Pokok Agraria, UU Penataan Ruang, UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, hingga UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Penyediaan perumahan sangat bergantung pada ketersediaan tanah. Harga rumah yang tak terkendali menegaskan pembiaran oleh pemerintah. Harga tanah diserahkan pada mekanisme pasar. Tanah kehilangan fungsi sosialnya, seperti amanat UU Pokok Agraria.

Perhatian pemerintah dalam penyediaan rumah bagi rakyat belum sepenuh perhatian seperti penyediaan pangan dan papan. Harapan ditumpukan kepada pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

Pemerintah daerah yang menjadi ujung tombak penyediaan rumah bagi rakyat melalui penyediaan tanah harus mendapat insentif. Pemerintah perlu menajamkan fokus pada 40 persen penduduk miskin sebagai prioritas, bekerja sama dan bersinergi antarlembaga serta semua pemangku kepentingan, dan mendorong BUMN perumahan menjalankan fungsinya secara utuh.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009517974
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger