Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 19 November 2014

Kebudayaan dalam Dua Kementerian (Sumbo Tinarbuko)

KABINET Kerja milik Presiden Joko Widodo mencantumkan kata kebudayaan untuk penamaan dua kementerian.
Pertama, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Kementerian tersebut dipimpin salah satu petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Puan Maharani. Kedua, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kementerian ini dikendalikan Anies Baswedan, seorang anak muda progresif berasal dari Yogyakarta. Secara struktural, Anies Baswedan bertanggung jawab kepada Puan Maharani sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Kata kebudayaan yang dipinjam untuk peneguhan nama dua kementerian Kabinet Kerja tersebut menarik dicermati karena di dalam Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, manusia dan kebudayaan menjadi subyek dan obyek yang utuh disetarakan.

Hal yang sama terlihat pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Unsur kebudayaan, pendidikan, peserta didik, pengajar, dan pengelola pendidikan yang secara fisik adalah manusia diteguhkan menjadi satu kesatuan utuh. Keberadaannya dipersiapkan sebagai manusia terdidik, bermartabat, dan berbudaya. Penekanan kata berbudaya dan kebudayaan dapat dikonotasikan sebagai upaya mendudukkan rasa kemanusiaan dan memanusiakan manusia sebagai manusia bermartabat.

Wajib disegerakan
Dengan demikian, membangun dan menyusun strategi kebudayaan Indonesia baru wajib disegerakan demi membangun fondasi perikehidupan bangsa Indonesia, seperti diamanatkan sila kedua Pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab, serta sila keempat Pancasila, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Artinya, membangun kesadaran berbudaya lewat pemberdayaan sumber daya manusia bersendikan pendidikan yang memanusiakan manusia agar jadi manusia bermartabat harus menjadi keputusan politik yang tak tertawar lagi.

Selain itu, membangun strategi kebudayaan berbasis kerakyatan perlu segera dikumandangkan. Hal itu layak dilaksanakan agar segera dapat memperbaiki kesalahan sosial masa lalu. Dosa sosial yang membuncah di sanubari bangsa Indonesia adalah ketakutan menunjukkan jati diri sebagai bangsa merdeka. Bangsa gemah ripah loh jinawi yang memiliki kekayaan kebudayaan melimpah ruah. Kekayaan kebudayaan warisan asli nenek moyang atau akulturasi hasil bergaul dengan bangsa lain.

Sebaliknya, bangsa Indonesia seakan-akan bangga ketika jati dirinya dilenyapkan bangsa asing. Mereka memosisikan diri sebagai negara produsen. Ironisnya, bangsa Indonesia justru merasa bahagia ketika ditahbiskan sebagai bangsa konsumen. Pada titik ini, harkat dan martabat kemerdekaan bangsa Indonesia menjadi debu.

Untuk memupus stigma buruk itu, tak salah belajar dari tradisi membangun strategi kebudayaan dari Taiwan, Korea, dan Jepang. Ketiga negara itu tercatat tidak pernah malu melakukan riset dan studi kebudayaan dalam rentang waktu panjang. Mereka mencatat warisan budaya peninggalan nenek moyang. Mereka juga mencatat puncak-puncak kebudayaan dunia Barat. Dari kedua studi itu, setelah hasilnya dipilah dan dipilih, mereka mampu menorehkan strategi kebudayaan yang sangat strategis. Buah dari catatan strategi kebudayaan mereka, baik budaya pop, kontemporer, maupun tradisi, menjadi panutan budaya dunia.

Niat baik
Berdasarkan hal itu, melalui Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kita berharap segera dibangun dan disusun strategi kebudayaan Indonesia baru versi Kabinet Kerja.

Momentum indah seperti sekarang ini tidak boleh dilewatkan untuk menyatukan kepingan adat istiadat yang diceraiberaikan pihak tertentu. Harus ada kemauan politik untuk memetakan dan menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu yang mulai dilupakan akibat penetrasi budaya asing.

Selain itu, harus ada niat baik untuk menggali seni rupa dan seni pertunjukan sebagai representasi peradaban kebudayaan khas Indonesia. Serta ada semangat baru untuk mengubah wajah pendidikan formal dan pendidikan nonformal yang mengedepankan budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia.

Sumbo Tinarbuko
Pemerhati Budaya Visual; Dosen Komunikasi Visual ISI, Yogyakarta

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009935674
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger