Resolusi itu diadopsi secara mufakat pada sidang Komite Hak Asasi Manusia, Majelis Umum PBB, di New York, Amerika Serikat, Jumat (21/11). Resolusi itu intinya menyatakan "keprihatinan mendalam" atas nasib sekitar 800.000 warga Rohingya yang berdiam di Negara Bagian Rakhine, Myanmar barat, dan yang tersingkir ke kamp-kamp pengungsi di Myanmar, Banglades, dan di perbatasan Myanmar-Thailand. PBB mendesak Pemerintah Myanmar di Naypyidaw untuk memberikan status kewarganegaraan bagi etnis minoritas Rohingya.
Kita menyambut baik resolusi PBB itu, tetapi kita juga tahu bahwa resolusi itu tidak mudah diwujudkan. Pemerintah militer Myanmar mempunyai pandangan sendiri mengenai etnis Rohingya. Pemerintah Myanmar menganggap warga Rohingya sebagai imigran gelap dari negara tetangganya, Banglades.
Suku bangsa Burma adalah etnis dominan di Myanmar. Di luar itu ada etnis lain seperti Karen, Shan, Rakhine, Mon, Rohingya, Chin, Kachin, dan etnis minoritas lain. Masalah Rohingya muncul ke permukaan setelah terjadi bentrokan berdarah antara warga Buddha dan warga Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine, menyusul pemerkosaan terhadap seorang perempuan penganut agama Buddha yang dilakukan empat pemuda Rohingnya. Sekitar 140.000 orang, mayoritas warga Rohingya, terpaksa menyingkir ke kamp-kamp pengungsi akibat bentrokan berdarah itu.
Perwakilan Pemerintah Myanmar di PBB menolak penggunaan kata Rohingya dalam Resolusi PBB. Kata itu akan memancing ketegangan di Negara Bagian Rakhine. "Penggunaan kata (Rohingya) itu akan mendapatkan tentangan yang keras dari rakyat Myanmar, dan itu akan membuat upaya pemerintah untuk menyelesaikan persoalan itu semakin sulit," katanya.
Myanmar baru-baru ini menyatakan kepada PBB, Myanmar akan memberikan status kewarganegaraan kepada Rohingya jika mereka mengidentifikasi diri sebagai Bengalis. Warga Rohingya menolak keras diidentifikasi sebagai Bengalis. Sebab, dengan mengidentifikasi sebagai Bengalis, bisa diartikan warga Rohingya mengakui diri sebagai warga Bengal, nama Banglades di masa lalu.
Menurut warga Rohingya, mereka adalah salah satu etnis di Myanmar. Mereka berpindah ke Myanmar ketika negara itu masih berada di bawah penjajahan Inggris (1891-1942). Mereka sama sekali tidak pernah terdaftar sebagai warga negara Banglades.
Melihat perkembangan tersebut, kita sadar bahwa penyelesaian masalah Rohingya masih akan lama. Salah satu pihak harus mau mengalah untuk mencapai kompromi. Tanpa ada kesediaan untuk berkompromi, masalah ini masih akan berlangsung lama.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010278540
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar