Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 27 November 2014

TAJUK RENCANA: Profesi Guru dan Lain-lain (Kompas)

PROFESI guru jadi persoalan klasik. Berulang dalam tiga topik, seperti disampaikan Menteri Anies Baswedan: kesejahteraan, kualitas, dan pemerataan.
Klasiknya persoalan guru, selain oleh rumit dan kait- mengaitnya beragam masalah, juga disebabkan tak ada niat baik dari setiap pemerintahan. Adagium "tak ada profesi tidak bersentuhan dengan profesi keguruan" tak diikuti strategi dan tindakan konkret, turunan afirmasi di atas.

Memperbaiki kesejahteraan guru ditolak dengan dalih besarnya anggaran yang perlu disediakan, sebab separuh lebih dari seluruh jumlah pegawai negeri (2,9 juta lebih dari sekitar 4 juta) adalah guru dan dosen. Memperbaiki mutu guru tidak dilakukan dengan membenahi lembaga pendidikan calon guru yang terstruktur dan terencana. Memeratakan sebaran guru tidak dilakukan secara baik, terkendala lebih dari separuh guru itu perempuan yang sulit ditempatkan di luar kota, apalagi di daerah terpencil.

Terlihat kebijakan dan implementasi yang tidak tuntas. Karena serba tanggung, setiap kebijakan pun jadi bulan- bulanan kritik. Contoh proyek sertifikasi guru, yang awalnya dengan sistem portofolio, karena disalahgunakan, lantas pakai ujian tertulis. Para guru bersertifikat dijanjikan dapat tunjangan profesi. Karena tersendat penerimaannya, lagi-lagi dikritik betapa tidak seriusnya niat baik tersebut.

Dari kualitas kompetensi berdasar ijazah, dua tahun lalu Kemdikbud menyatakan 27 persen guru layak mengajar di SD, 58 persen di SMP, 65 persen di SMA, dan 56 persen di SMK. Dengan data itu, kualitas guru secara umum masih memprihatinkan.

Tidak adanya niat baik terlihat dalam mengatasi masalah kesejahteraan dan pemerataan. Masalah besar kecilnya gaji itu relatif. Namun, dengan beban kerja minimal 24 jam tatap muka dalam seminggu, belum lagi persiapan mengajar dan tuntutan Kurikulum 2013, jika guru digaji di bawah UMR, itu membuat prihatin. Merekalah penyiap masa depan bangsa sekaligus "pendidik kedua" anak setelah bapak dan ibu di rumah.

Mendikbud tidak perlu merombak total kebijakan dan tindakan yang sudah baik. Perbaiki saja kekurangannya, realisasikan kebijakan penanganan guru dari pusat, benahi lembaga pendidikan tenaga kependidikan, dan hilangkan tumpang tindih delapan "tuan" profesi keguruan Indonesia.

Kita tidak mengharap Mendikbud merombak total semua warisan Mendikbud sebelumnya. Selain guru, Kurikulum 2013, ujian nasional, dan kekerasan di sekolah tampaknya merupakan empat permasalahan substantif dan mendesak dilakukan Anies Baswedan.

Kita apresiasi kalau Kemdikbud bisa menyelesaikan secara tuntas permasalahan guru. Para pemegang profesi mulia ini niscaya tidak sedih merayakan Hari Guru Nasional tiap 25 November. Dengan bangga pula mereka mendendangkan rintihan Iwan Fals lewat lirik "Oemar Bakri, Oemar Bakri...."

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010341861
Powered by Telkomsel BlackBerry®

1 komentar:

  1. Gaji Guru dan dosen baik negeri dan swasta sungguh memrihatinkan sa,at ini di Indonesia bila dibandingkan dg Negara2 tetangga sprti Malaysia dan Brunei. Kata lagu Hamdan ATT "Hidup pas-pasan" sbnrnya suatu negara kunci kemajuan SDM PENEGELOLA NEGARA ada ditangan para tenaga pendidik. Jd meneteri dan Presiden jg butuh pendidikan dari seorang Oemar Bakri yg tangguh. Kalau hidup pas-pasan bagaimana ada Output pendidikan yg berkualitas. Btul nggak Bro.

    BalasHapus

Powered By Blogger