Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 04 Desember 2014

TAJUK RENCANA: Harga Minyak dan Ekonomi Global (Kompas)

Kecenderungan turunnya harga minyak mentah dunia beberapa bulan terakhir berdampak positif terhadap perekonomian global yang lesu.
Harga minyak mentah tercatat sudah turun sekitar 30 persen sejak Juni 2014, dari sekitar 107 dollar AS per barrel menjadi di bawah 80 dollar AS per barrel. Minyak mentah patokan Brent sudah di bawah 70 dollar AS per barrel.

Penurunan harga, selain karena penurunan permintaan dunia—sejalan melambatnya perekonomian sejumlah negara—juga akibat lonjakan dalam pasokan, terutama dengan meningkatnya produksi minyak di AS. Ditambah lagi, adanya pengembangan shale gas besar-besaran di AS yang nantinya diharapkan akan menggusur peran bahan bakar fosil dan secara bertahap membuat AS—salah satu importir terbesar minyak dunia—swasembada dalam energi.

Produsen utama minyak di Timur Tengah juga belum menunjukkan sinyal bakal memangkas produksi dalam waktu dekat di tengah turunnya harga. Produksi Libya juga mulai pulih meski gejolak politik masih berlangsung.

Dengan perkecualian negara-negara produsen yang menggantungkan sebagian besar penerimaannya dari ekspor minyak, penurunan harga minyak dunia menjadi berita baik dan diharapkan memacu pertumbuhan ekonomi global, di tengah stagnannya ekonomi zona euro, ancaman resesi di Jepang, dan melambatnya ekonomi Tiongkok.

Bagi Indonesia yang 60 persen kebutuhan bahan bakar minyaknya harus impor, menurunnya harga minyak akan meringankan tekanan terhadap fiskal, neraca perdagangan, dan neraca transaksi berjalan, meski pada saat yang sama kita masih menghadapi tekanan lain berupa dampak penurunan harga komoditas ekspor nonmigas yang rata-rata turun 15 persen sejak Juni 2014.

Belum bisa diperkirakan sampai seberapa rendah harga akan turun dan seberapa lama harga sekarang akan bertahan. Jika melihat tren pasokan global, program masif pengembangan shale gas di AS secara signifikan akan mengurangi permintaan minyak di pasar dunia ke depan. Namun, permintaan dunia dipastikan kembali melonjak dan mendorong harga kembali naik saat perekonomian seperti Tiongkok, Jepang, dan Eropa pulih kembali.

Gejolak harga merupakan siklus yang terus berulang, karena itu sikap berhati-hati dan antisipatif perlu ditempuh. Penurunan harga menjadi momentum membangun fondasi lebih sehat ketahanan energi nasional jangka panjang. Termasuk di sini momentum mempercepat program diversifikasi dan efisiensi sehingga kita bisa lebih siap jika suatu waktu harga minyak kembali melonjak.

Penurunan harga juga tak berarti kita harus mengendurkan diri dari langkah reformasi fiskal untuk memperkuat ketahanan fiskal dari ancaman risiko gejolak harga minyak dunia, termasuk lewat pengurangan subsidi energi yang menelan 20 persen APBN, dan mengalihkannya ke pembiayaan kegiatan-kegiatan produktif yang berdampak langsung ke sektor riil, lapangan kerja, dan kesejahteraan.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010460922
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger