Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 29 Desember 2014

TAJUK RENCANA: Memenuhi Janji Swasembada Beras (Kompas)

PRESIDEN Joko Widodo pekan lalu kembali menegaskan program Kabinet Kerja, yaitu harus sudah berswasembada beras dalam tiga tahun ke depan.
Untuk mencapai target tersebut, alokasi dana pembangunan diprioritaskan pada perbaikan saluran irigasi, membuat 47 bendung dan bendungan, menyubsidi pupuk dan benih, menyediakan tenaga penyuluh, serta menyediakan alat dan mesin pertanian, antara lain traktor. Indonesia sebelumnya pernah swasembada beras tahun 1984 dan 2008.

Indonesia adalah salah satu negara pengonsumsi beras terbesar di dunia. Namun, besaran pasti konsumsi per orang belum pasti. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2009-2013, konsumsi beras per kapita tahun 2013 sebesar 85,5 kilogram, sementara mantan Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan menyebut pada awal September lalu, konsumsi 139 kilogram per kapita.

Meskipun pemerintah menegaskan akan bekerja habis-habisan untuk meningkatkan produksi pangan, upaya tersebut baru sebatas membangun dan memperbaiki infrastruktur fisik. Ada banyak hal di luar infrastruktur yang menentukan keberhasilan swasembada pangan.

Pertama-tama, tujuan swasembada beras, kedelai, dan jagung. Yang terkomunikasikan, upaya itu lebih untuk menghentikan impor.

Politik pangan kita selama ini adalah menjaga harga beras di tingkat konsumen agar tidak menyebabkan inflasi dan untuk menurunkan jumlah orang miskin. Sementara itu, harga beras di petani produsen dikendalikan melalui harga pembelian pemerintah.

Sensus Pertanian 2013 memperlihatkan, lebih dari separuh petani padi berada di Jawa. Adapun jumlah petani padi di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi bertambah dalam 10 tahun terakhir. Ini mengindikasikan, penguasaan lahan oleh petani di empat wilayah itu mengecil karena luas lahan menyusut akibat alih fungsi.

Data penting lain, usia petani menua yang menunjukkan pertanian, termasuk padi, tidak menarik lagi bagi anak muda. Bertani tidak kompetitif dibandingkan dengan menjadi buruh di kota karena produktivitas terlalu rendah akibat lahan sangat sempit. Harga yang diterima petani dari padinya mepet dengan biaya kebutuhan sehari-hari, tecermin pada rendahnya nilai tukar petani.

Upaya swasembada beras harus seiring dengan meningkatkan kesejahteraan petani. Pemerintah telah memiliki mekanisme resi gudang, harga pembelian pemerintah, dan bahkan Bulog sebagai badan penyangga untuk mencapai kedua hal itu bersamaan.

Memastikan bantuan benih dan pupuk tiba tepat waktu memerlukan pengorganisasian petani yang tumbuh dari bawah, termasuk penyuluhan budidaya dan hingga penanganan pasca panen. Begitu juga saat memasarkan produksi petani agar jalur pemasaran efisien dan efektif sehingga harga di tingkat petani terjaga. Karena itu, penting membangun kelembagaan petani mengingat petani padi umumnya berskala kecil.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010901617
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger