Milisi bersenjata mereka berhasil menguasai ibu kota, termasuk tempat-tempat strategis negara itu dan wilayah yang luas di Yaman, tanpa ada perlawanan berarti dari tentara Yaman.
Kelompok ini diklaim sejumlah sumber di Iran telah menguasai 14 provinsi di seantero Yaman. Dengan situasi sekarang, tak berlebihan jika beberapa televisi Timur Tengah membuat judul pemberitaan menghebohkan sejak beberapa bulan lalu, seperti "Yaman dalam Genggaman Houthi".
Yaman, yang dua tahun terakhir penuh optimistis dan dengan bangga membangun konsolidasi nasional dengan menyelenggarakan dialog nasional secara masif, tiba-tiba menghadapi ujian tak kalah hebat dari negara-negara musim semi Arab yang lain. Selama ini, mereka berkeyakinan jalan sejarah "musim semi" mereka akan jauh lebih baik dan damai dibandingkan negara Arab yang lain. Bahkan, sebagian besar lapisan masyarakat Yaman menganggap negeri itu akan jadi percontohan proses transisi menuju demokrasi bagi negara Arab lain. Faktanya ternyata tidak demikian.
Sejumlah analis Yaman menyebutkan, peristiwa ini merupakan kudeta bersenjata dari kelompok sektarian. Houthi adalah kelompok Syiah yang memiliki wilayah tradisional di utara Yaman, tepatnya di Sha'dah. Tak bisa dimungkiri bahwa gerakan yang dilakukan Houthi beberapa waktu terakhir memang tak ubahnya sebuah kudeta.
Mereka sejak tahun 2011 telah membangun pemerintahan yang independen dari Yaman kendati mereka tidak menyebutnya sebagai negara merdeka. Pemerintahan itu juga memiliki angkatan bersenjata sendiri yang terpisah dari angkatan bersenjata Yaman. Pasukan inilah yang kini mengontrol sebagian besar ibu kota Yaman, bahkan kota-kota yang lain.
Namun, mereka tak mengambil alih kekuasaan secara penuh sebagaimana kudeta militer pada umumnya. Mereka tak mengambil alih kekuasaan politik di Yaman. Mereka sadar, tak akan mudah minoritas itu memerintah mayoritas yang Sunni. Namun, mereka sepertinya menginginkan peran sentral dalam pemerintahan Yaman ke depan, tetapi secara tidak langsung.
Kelompok ini menyebut peristiwa ini dengan
Gerakan "milisi" untuk menguasai ibu kota ini pada mulanya didahului oleh gerakan protes rakyat dalam skala luas dengan tuntutan utama pencabutan kebijakan yang menarik subsidi BBM. Gerakan protes ini membawa sejumlah korban meninggal dan luka akibat represi aparat keamanan Yaman dan perlawanan mereka.
Namun, pada kenyataannya, celupan sektarian begitu kuat dalam rangkaian peristiwa itu. Mereka yang melakukan protes besar-besaran adalah orang-orang Houthi atau pendukung mereka terutama dari Sha'dah. Milisi yang kini menguasai Yaman itu juga adalah tentara Houthi.
Bagaimanapun, peristiwa itu lebih tepat disebut sebagai gerakan rakyat Houthi daripada gerakan rakyat Yaman. Masyarakat Yaman di luar kelompok itu diperkirakan sedikit sekali yang terlibat. Padahal, gerakan kelompok itu, setidaknya secara verbal, menyuarakan agenda-agenda nasional rakyat Yaman, termasuk agenda dialog nasional yang diselenggarakan secara masif sejak jatuhnya Presiden Ali Abdullah Saleh.
Setelah peristiwa ini, kelompok Houthi kemungkinan besar berperan penting dalam pemerintahan Yaman mendatang. Mereka tak mungkin diabaikan seperti terjadi selama ini. Sebab, mereka memegang kontrol keamanan di wilayah yang sangat luas, terutama di ibu kota.
Sementara musuh utama mereka, yaitu kelompok "Wahabi" dukungan Arab Saudi dan kelompok tentara dan kabilah
Ali Muhsin al-Ahmar, kemungkinan akan terpinggirkan dalam kancah politik nasional Yaman. Tak tertutup kemungkinan kelompok- kelompok itu akan jadi sasaran kelompok "penguasa baru" ini.
Gerakan Wahabi di Yaman memiliki jaringan begitu luas, terutama dalam penguasaan masjid dan lembaga-lembaga pendidikan agama. Mereka begitu membenci kaum Syiah. Kita berharap, aksi balas dendam tak dilakukan kelompok ini kendati aksi saling balas, terutama pembunuhan keluarga pemimpin kedua kubu, sudah sering terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar