Dalam posisinya sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara, Presiden Joko Widodo harus berani menggunakan kewenangannya mengatasi kondisi ketidakpastian dan menciptakan kegaduhan di dunia maya serta dunia nyata. Protes kelompok masyarakat mulai merebak di sejumlah kampus, sementara upaya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK terus terjadi.

Setelah Ketua Abraham Samad dilaporkan melanggar kode etik KPK oleh Plt Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dilaporkan Sugianto Sabran (politisi PDI-P) dalam kasus mengarahkan saksi perkara sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, giliran Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dilaporkan ke Bareskrim Polri. Jika semua tudingan itu dikriminalisasi, KPK tidak akan lagi bekerja optimal dan pemberantasan korupsi oleh KPK akan terhenti!

Dalam Undang-Undang KPK, pimpinan KPK yang berstatus tersangka harus berhenti sementara. Niat Bambang mengundurkan diri patut dihargai sebagai bentuk penghormatannya atas hukum dan etika, meski mundurnya Bambang akan mempercepat pelemahan KPK.

Langkah Bambang itu sejalan dengan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Bernegara. Dalam bagian Etika Politik dan Pemerintahan disebutkan, setiap elite politik dan pejabat negara untuk bersikap ksatria dan jujur, rendah hati, serta siap mundur dari jabatan politik jika terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum.

Tradisi politik baru itu telah dimulai Indonesia setelah Reformasi. Tidak sampai 12 jam sejak KPK mengumumkan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng (belum sebagai tersangka), Andi mengumumkan pengunduran dirinya. Andi mengaku statusnya sebagai tersangka membuatnya kehilangan legitimasi politik dan pencekalan dirinya tidak akan membuatnya efektif menjalankan tugas sebagai menteri (Kompas, 9 Desember 2012). Sejumlah menteri lain, Suryadharma Ali dan Jero Wacik, juga mengambil langkah serupa, meski sampai sekarang kasus Suryadharma dan Jero Wacik belum selesai. Direktur Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Susilo mundur sebagai Gubernur Akpol setelah ditetapkan sebagai tersangka.

Tradisi politik ini seharusnya ditumbuhkan. Prinsip etis seharusnya bisa membantu mencari solusi atas masalah bangsa. Peran itu sebenarnya bisa diambil oleh Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan pendukungnya jika memang ada kesadaran akan itu. Jika solusi etis tak juga diambil, kita berharap kepada Presiden Jokowi menggunakan kewenangannya untuk menyelamatkan Polri dan KPK agar tak dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.

Sumber: ‎http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011624358