Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 26 Januari 2015

TAJUK RENCANA Peta Buram Timur Tengah (Kompas)

KRISIS politik di Yaman, yang berujung dengan mundurnya Presiden Mansour Hadi, menambah kemelut di kawasan Timur Tengah.

Kita sampai kini masih menyaksikan perang saudara yang kemudian berubah menjadi perang sektarian di Suriah. Korban tewas dari peperangan itu demikian banyak. Ditambah lagi mereka yang terpaksa mengungsi mencari tempat yang aman di negara-negara tetangga atau di wilayah Suriah yang tidak terjamah perang.

Perang di Suriah juga memanaskan situasi politik di Lebanon, yang selain kebanjiran pengungsi juga karena adanya kelompok di Lebanon, Hezbollah, yang mendukung Presiden Bashar al-Assad. Tidak ada yang bisa memprediksi kapan perang di Suriah yang merupakan buntut dari sapuan angin "Arab Spring" akan berakhir.

Negara-negara yang disapu gelombang "Arab Spring" pun belum normal kembali, kecuali Tunisia yang relatif lebih mapan dan menapaki jalan benar ketimbang Mesir apalagi Libya, yang kini justru terjerumus ke dalam perang saudara. Di Mesir memang telah lahir pemerintahan baru setelah melewati krisis dan pertarungan politik panjang. Akan tetapi, pemerintah baru masih harus membereskan begitu banyak persoalan, baik ekonomi, politik, maupun keamanan dan masih belum mencerminkan tujuan dari "Arab Spring".

Sementara itu, persoalan lama, konflik Israel—Palestina, seperti terlupakan. Israel dan Palestina hanya menjadi perhatian kembali kalau pecah kekerasan atau konflik bersenjata di antara mereka. Perjuangan rakyat Palestina untuk mewujudkan impian mereka mendirikan negara yang bebas, merdeka, dan berdaulat belum juga menjadi kenyataan karena antara lain sikap keras kepala Israel yang seperti dibiarkan oleh dunia, terutama AS dan Barat.

Di tengah semua persoalan lama itu, telah menyeruak di tengah Timur Tengah, sepak terjang kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), yang semakin hari semakin tak terkendali, meski sejumlah negara termasuk AS berusaha untuk menghentikan mereka. Kelompok ini dengan kekuatan senjata menebar teror dan menyandera wartawan serta petugas kemanusiaan untuk mendapatkan imbalan uang. Sepak terjang NIIS membuat Irak dan Suriah berantakan.

Peristiwa terakhir yang menambah buram Timur Tengah adalah aksi bersenjata pemberontak Houthi di Yaman, yang mampu memaksa Presiden Mansour Hadi mundur. Banyak kalangan berpendapat bahwa apa yang terjadi di Yaman adalah "kepanjangan" dari persaingan antara Arab Saudi (Sunni) dan Iran (Shiah). Arab Saudi mendukung Mansour Hadi (juga didukung AS untuk memerangi kelompok Al Qaeda) dan Iran mendukung Houthi.

Tidak mudah menyelesaikan berbagai persoalan itu. Kita, Indonesia, meski jauh dari kawasan itu, tetapi tetap tidak bisa berdiam diri. Meskipun, peran yang bisa kita lakukan pun terbatas, lewat fora internasional dan hubungan bilateral untuk mendesak mereka memilih jalan damai: artinya secara aktif terlibat mengusahakan perdamaian.


Sumber: ‎http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011608853 


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger