Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 01 Juni 2015

Knalpot Berisik Marak, Pemerintah Tolonglah Kami (Surat Pembaca)

Keberhasilan perekonomian nasional dalam mengerek daya beli masyarakat telah mendorong pertumbuhan jumlah sepeda motor yang fantastis beberapa tahun ini. Terlebih karena gairah industri keuangan/lembaga pembiayaan sangat memudahkan hasrat memiliki sepeda motor.

Tak mengherankan jika sepeda motor menyemut setiap saat di jalan. Namun, di luar kenikmatan dan kesejahteraan yang dirasakan pesepeda motor, kehadiran mereka menimbulkan sakit kepala tiada henti bagi kami. Kami telah berusaha mencari cara mengusir dampak negatif euforia keberhasilan perekonomian ini. Tanaman dan pagar kami buat di trotoar depan rumah agar terhindar dari sambaran sepeda motor yang tak merasa bersalah berjalan di trotoar.

Bebasnya penjualan sepeda motor bersilinder 200 cc atau lebih juga telah membuat jalan di depan rumah kami menjadi ajang balap siang dan malam. Kami akhirnya berswadaya membangun polisi tidur mencegah pengendara menarik tali gasnya lebih kencang lagi.

Namun, giliran mengatasi suara bising akibat bebasnya penggunaan knalpot berisik, kami benar-benar buntu, tak memiliki jalan keluar. Menutup semua lubang angin rumah tak mungkin kami lakukan. Berswadaya membangun dinding peredam di sepanjang jalan juga mustahil. Kepada pemerintahlah kami sekarang memohon.

Kami berharap pemerintah bisa merasakan penderitaan kami akibat kenyamanan yang terenggut oleh gelimang rupiah penjualan knalpot yang tak patut. Kami berdoa agar pemerintah segera menemukan lahan pengganti bagi pelaku industri knalpot modifikasi sehingga pemerintah bisa lebih cepat berpihak kepada kami.

I NYOMAN SURI ADNYANA, JALAN PALEM RAYA, PERUMAHAN PONDOK PEKAYON INDAH, KECAMATAN BEKASI SELATAN, BEKASI, JAWA BARAT


Bung Karno, Berastagi, dan Parapat

Teks pada grafik "Inspirasi dari Pengasingan" di Kompas (20/5) halaman 12 sangat menarik untuk mengingatkan kita pada cita-cita perjuangan Bung Karno dan Bung Hatta. Sayang sekali, pengasingan Bung Karno di Berastagi dan Parapat terlewatkan.

Ketika Clash II, Bung Karno, Bung Hatta, dan kawan-kawan diasingkan ke luar Jawa. Pada 22 Desember 1948, Bung Karno, Haji Agus Salim, dan Sutan Sjahrir diterbangkan ke Medan dan ditempatkan di Berastagi untuk beberapa hari. Pada awal Januari 1949, mereka dipindahkan ke Parapat.

Tak berapa lama kemudian, Sutan Sjahrir menuju Jakarta guna berdiplomasi, sementara Bung Karno dan Haji Agus Salim dipindahkan ke Muntok, bergabung dengan Bung Hatta dan kawan-kawan yang sudah lebih dahulu diasingkan di sana. Pada awal Juli 1949, Dwi Tunggal akhirnya kembali ke Yogyakarta.

Semoga tempat-tempat bersejarah itu dapat terus dilestarikan untuk mengingatkan pada cita-cita para pendiri bangsa.

BAMBANG ERYUDHAWAN, JALAN SUMENEP 16, JAKARTA PUSAT

Redaksi:

Terima kasih atas masukan Anda.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Juni 2015, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger