Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 20 Juli 2015

ANALISIS EKONOMI ENNY SRI HARTATI:Momentum untuk Menggerakkan Ekonomi

Perayaan hari raya Idul Fitri atau biasa disebut Lebaran di Indonesia bisa dibilang cukup unik. Lebaran tidak hanya berdimensi religius, tetapi juga sangat kental dengan dimensi sosial, budaya, dan ekonomi. Eratnya sistem kekerabatan dan hubungan kekeluargaan menjadikan Lebaran sekaligus sebagai momentum silaturahim "massal".

Budaya saling berkunjung antarsanak saudara dan handai tolan memiliki implikasi langsung terhadap kegiatan ekonomi. Bagaimana tidak, hampir setiap rumah tangga seolah "wajib" menyediakan berbagai hidangan khas Lebaran. Bukan itu saja, Lebaran juga sering identik dengan baju baru, bahkan tak jarang berbagai perlengkapan rumah tangga yang harus baru sampai kendaraan baru. Karena itu, tak jarang pada saat Lebaran kegiatan pegadaian dan pembiayaan kredit mengalami peningkatan cukup signifikan.

Sebenarnya, meningkatnya berbagai kebutuhan masyarakat tersebut semestinya justru dapat dimanfaatkan sebagai sumber peningkatan produktivitas nasional. Apalagi jika pemerintah mampu memberikan berbagai stimulus dan insentif kepada dunia usaha, tentu akan semakin mendorong efisiensi sehingga mampu memacu produksi. Demikian juga jika terdapat langkah-langkah antisipatif guna mendorong ketersediaan berbagai komoditas pangan penting. Terutama bahan pangan yang permintaannya pasti meningkat saat Lebaran, seperti beras, gula, cabai, daging, dan telur.

Dengan demikian, meningkatnya permintaan masyarakat setiap Ramadhan dan Lebaran tidak akan diikuti fluktuasi harga. Alhasil, Lebaran justru menjadi momentum peningkatan produktivitas, tetapi tanpa harus disertai tekanan inflasi. Lebaran justru memacu kinerja sektor riil dan momentum mengurangi ketergantungan impor.

Lebaran yang juga selalu diikuti oleh tradisi mudik terus berlangsung turun-temurun. Jumlah pemudik Lebaran kali ini diperkirakan mencapai 20 juta orang. Tradisi mudik merata hampir di seluruh wilayah Indonesia. Pemusatan kegiatan pembangunan yang terkonsentrasi di kota-kota besar telah mendorong arus urbanisasi dari seluruh pelosok negeri menyerbu kota-kota besar. Hampir semua sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tidak ada yang tertinggal di desa. Akibatnya, desa dan daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah justru tertinggal. Terbatasnya SDM berkualitas di desa memicu ketimpangan pembangunan desa-kota semakin melebar.

Jembatan mengurai kesenjangan

Momentum mudik mestinya dapat menjadi jembatan untuk mengurai kesenjangan pembangunan desa-kota. Para urban yang telah berhasil di kota-kota besar dapat memberikan transfer informasi, pengetahuan, dan berinvestasi di kampung halamannya melalui usaha-usaha produktif. Setidaknya, Lebaran 2015, Bank Indonesia telah mengeluarkan uang tunai baru sekitar Rp 125 triliun. Artinya, terdapat perputaran uang tunai dan potensi transfer dana dari kota ke desa yang mencapai lebih dari Rp 100 triliun. Sayangnya, perputaran uang itu hanya untuk kegiatan yang bersifat konsumtif belaka. Bahkan, sebagian besar tersedot untuk memenuhi kebutuhan transportasi dan pengeluaran bahan bakar minyak (BBM) karena tradisi kemacetan arus mudik yang tak kunjung terselesaikan. Keberhasilan pembangunan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) sekalipun ternyata belum mampu memutus persoalan pemborosan konsumsi BBM akibat kemacetan arus mudik di jalur pantai utara Jawa.

Semestinya pemerintah mengantisipasinya dengan menyediakan sarana transportasi yang harganya terjangkau oleh masyarakat. Minimal berbagai alat transportasi yang di bawah kendali BUMN dapat dioptimalkan, seperti PT Kereta Api Indonesia, Damri, Pelni, dan Garuda Indonesia, justru diberikan insentif, bukan malah ikut dinaikkan. Strategi ini minimal akan menekan kenaikan ongkos transportasi angkutan Lebaran, terutama mengendalikan kenaikan ongkos transportasi yang dilakukan angkutan swasta. Artinya, laju inflasi yang disumbang dari transportasi dapat dikendalikan. Tidak hanya itu, jika porsi pengeluaran pemudik untuk transpor dapat dikurangi, tentu potensi peningkatan daya beli masyarakat untuk menggerakkan sektor produksi akan semakin meningkat.

Pengeluaran pemudik di desa mempunyai dampak langsung menggerakkan ekonomi desa. Apalagi jika pemerintah daerah mempunyai cukup kreativitas mengoptimalkan sumber daya pemudik sebagai putra daerah untuk membangun kampung halamannya melalui investasi jangka panjang. Ketersediaan dana desa yang akan digelontorkan kepada setiap desa dapat menjadi modal awal untuk meningkatkan kapasitas ekonomi di desa. Dana tersebut akan semakin optimal jika pemerintah daerah atau desa dapat menggandeng putra daerah untuk menumbuhkan berbagai usaha produktif di desa. Jika potensi ekonomi desa dapat dikelola dan dibangun, bukan hal mustahil segera akan terjadi arus reurbanisasi dari kota ke desa.

Sayangnya, pengelolaan tradisi Lebaran sampai tahun ini sama sekali belum ada perubahan. Sejak menjelang Ramadhan, berita utama yang menghiasi semua media tetap saja kenaikan harga berbagai kebutuhan bahan pokok. Padahal, jika stabilisasi harga kebutuhan pokok dapat dijaga, niscaya daya beli masyarakat dapat meningkat sehingga dapat mengembalikan kemampuan konsumsi rumah tangga. Lebaran dapat dijadikan momentum untuk kembali menggairahkan kelesuan ekonomi.

ENNY SRI HARTATI, DIREKTUR INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF ECONOMICS AND FINANCE

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Juli 2015, di halaman 15 dengan judul "Momentum untuk Menggerakkan Ekonomi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger