Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 20 Juli 2015

Tajuk Rencana: Memaknai Idul Fitri (Kompas)

Kita baru saja bersama-sama merayakan Idul Fitri 1 Syawal 1436 H/2015 M. Umat Islam meyakini, Idul Fitri bermakna kembali ke fitrah, kesucian.

Pada Idul Fitri, kita kembali suci setelah sebulan berpuasa, bersih dari dosa, keburukan karena selama berpuasa yang harus ditahan bukan hanya nafsu untuk makan dan minum, melainkan juga segala perilaku dan niat buruk.

Saat tiba Idul Fitri, kita memanfaatkannya untuk meminta maaf dan memaafkan segala kekhilafan. Yang menjadi anugerah bagi bangsa Indonesia, saling memaafkan dilakukan oleh kita semua, tanpa memandang agama.

Satu lagi yang telah menjadi tradisi saat tiba Idul Fitri adalah mudik, pulang kampung, untuk bertemu dengan orangtua dan sanak saudara. Inilah saat paling tepat untuk mempererat tali persaudaraan. Bahkan, tidak sedikit yang memanfaatkan untuk bersama membangun kampung halaman. Rezeki dan ilmu pengetahuan yang didapat selama di rantau dikembalikan ke kampung halaman untuk kegiatan produktif.

Apabila kegiatan ini dapat dikelola lebih terencana, bukan tidak mungkin akan mencapai tujuan berpuasa sebulan penuh, yaitu membangun solidaritas dan empati pada mereka yang kurang beruntung. Tujuan akhirnya, mencapai kemakmuran bersama sebagai masyarakat.

Ada hal lain yang dapat mengambil momentum Idul Fitri untuk meningkatkan kualitas kehidupan bersama dalam aras negara. Di media sosial beredar tentang asal muasal istilahhalal bi halal. Menurut Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Masdar Farid Mas'udi di situs nu.or.id, istilah halal bi halal dicetuskan Rais Am NU KH Abdul Wahab Chasbullah (1888-1971).

Menjawab permintaan Presiden Soekarno pada tahun 1948, KH Chasbullah menyarankan untuk mengadakan acara silaturahim di Istana, duduk bersama, dengan saling memaafkan, di antara para elite politik yang saat itu tidak mau bersatu, saling menyalahkan.

Halal bi halal tersebut bertujuan saling membebaskan dari kesalahan melalui saling memaafkan. Halal bi halal juga bertujuan mencari penyelesaian masalah, mencari keharmonisan hubungan, dengan memaafkan kesalahan.

Dalam konteks saat ini, di tengah suasana kita perlu bersatu menghadapi tantangan ekonomi, sosial, dan politik dari dalam negeri maupun global, makna Idul Fitri dan halal bi halal jangan berhenti sebagai saling memaafkan dan berhenti saling menyalahkan. Lebih jauh lagi, harus dimaknai sebagai saling membantu.

Hal ini perlu dimulai dari para pemimpin negara, para elite politik dan ekonomi, hingga tokoh masyarakat setempat. Satukan niat tulus bersama untuk menghilangkan dendam, benci, iri hati, dan sombong, lalu menggantinya dengan niat bersinergi dan membangun aliansi strategis demi kemakmuran bersama seluruh rakyat, bukan kemakmuran orang per orang atau kelompok seperti yang saat ini masih terasa.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Juli 2015, di halaman 6 dengan judul "Memaknai Idul Fitri".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger