Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 24 Juli 2015

Menyeleksi Pengawas Hakim (AMZULIAN RIFAI)

Mungkin hanya di Indonesia para hakim dianalogikan sebagai wakil Tuhan, dan mencantumkan atas nama Tuhan Yang Maha Esa pula dalam amar putusannya.

Tentu wakil Tuhan bukanlah makna sesungguhnya, tetapi julukan itu merefleksikan betapa para hakim harus memiliki kepribadian dengan kredibilitas tinggi berstandar di atas rata-rata manusia biasa. Hal ini karena mereka adalah benteng terakhir bagi para pencari keadilan.

Dalam kondisi penegakan hukum di Indonesia yang parah seperti sekarang ini, wajar jika berakibat pada lemahnya kepercayaan publik terhadap hukum. Kondisi ini berimbas terhadap aspek-aspek lain, termasuk bidang investasi yang sangat dibutuhkan oleh negeri ini.

Itu sebabnya, mengapa proses seleksi para anggota Komisi Yudisial (KY) jadi krusial dan akan menentukan kemampuan mereka untuk mengawasi para wakil Tuhan ini. Kini harapan publik tertumpu pada Panitia Seleksi (Pansel) KY. Bukan main imbasnya bila Pansel salah dalam menyeleksi orang yang pas untuk duduk di sana.

KY memiliki peran strategis bukan hanya karena fungsi utamanya untuk mengawasi perilaku para hakim, melainkan sekaligus berperan untuk meningkatkan harkat dan martabat para hakim. Begitu pentingnya lembaga KY sehingga keberadaannya juga diakui dalam UUD 1945.

Pasal 13 UU No 18/2011 tentang Perubahan atas UU No 22/2004 tentang Komisi Yudisial mengatur kewenangan KY. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa KY punya wewenang: a) mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA) kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan; b) menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim; c) menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim bersama-sama dengan MA; serta d) menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/ atau Pedoman Perilaku Hakim.

Wewenang KY untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung bertambah strategis pasca diterbitkannya Putusan MK No 27/PUU-XI/2013 terkait pengujian UU No 3/2009 tentang MA. Dalam putusan ini, MK menyatakan, pengajuan tiga calon hakim agung sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (4) UU No 18/2011 tentang KY harus dibaca satu kebutuhan hakim agung.

Ini artinya, DPR hanya berwenang menyetujui calon hakim agung yang diajukan KY, yang cukup mengajukan jumlah calon hakim agung sesuai yang dibutuhkan MA. Sebelum ada putusan MK tadi, prosesnya adalah pemilihan oleh DPR dan adanya keharusan KY mengajukan tiga nama calon untuk setiap satu hakim agung yang diperlukan.

Kewenangan KY yang besar dalam menentukan siapa yang dapat jadi hakim agung ini dapat berubah menjadi malapetaka apabila ditangani anggota KY yang tidak amanah dan diragukan kredibilitasnya. Potensi penyalahgunaan kewenangan dalam menyeleksi hakim agung ini harus diantisipasi pada tahapan seleksi anggota KY sekarang ini.

Menegakkan kehormatan

Masih rendahnya kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan suatu hal yang memprihatinkan. Akibatnya, publik lebih menaruh kecurigaan terhadap apa pun langkah atau vonis yang diberikan oleh seorang hakim. Prestasi-prestasi yang dicapai korps hakim Indonesia sepertinya tertutup oleh rendahnya tingkat kepercayaan tersebut. Putusan-putusan yang ada, apalagi terkait dengan figur publik, sering kali ditafsirkan sebagai hasil rekayasa. Sungguhpun putusan itu semata-mata atas dasar profesionalitas semata.

Buruknya persepsi publik terhadap lembaga peradilan bukan tanpa alasan. Malah peradilan yang korup itu direfleksikan dengan istilah mafia peradilan. Sungguh menyakitkan penggunaan istilah ini. Namun hal itu bukan tanpa alasan. Ditangkapnya Ketua PTUN Medan bersama sejumlah hakim anggotanya karena dugaan menerima suap beberapa hari lalu oleh KPK memperkuat dugaan parahnya dunia peradilan kita.

Data yang terdapat di KY menunjukkan tidak sedikit hakim yang direkomendasikan untuk ditindak atau yang disidang oleh Majelis Kehormatan Hakim. Pada semester pertama 2013 saja (Januari-Juni), terdapat 65 hakim yang diusulkan untuk dikenai sanksi. Sementara pada Januari-Juni 2014 terdapat sembilan hakim yang disidang oleh Majelis Kehormatan Hakim, lima di antaranya dihukum dengan pemberhentian tetap.

Sulit bagi para hakim bekerja sendiri untuk mengangkat kehormatan dan mengembalikan citra baiknya. Diperlukan bantuan pihak lain untuk mengawasi kelakuan menyimpang sebagian kecil oknum hakim, dan saat yang sama juga dapat mengangkat harkat dan martabat mereka.

Jangan ada persepsi bahwa keberadaan KY hanya untuk mencari kesalahan dan menghukum para hakim, mengakibatkan kurang harmonisnya hubungan dengan MA. Publik menyaksikan beberapa perlawanan yang dilakukan para hakim yang ditindak merefleksikan bahwa keberadaan KY belum dapat sepenuhnya diterima, termasuk ketika KY juga meneliti putusan-putusan hakim yang dinilai sudah terlalu jauh memasuki ranah kebebasan seorang hakim.

Begitu strategisnya kewenangan anggota KY sebagai pengawas dan dalam waktu bersamaan juga bertugas menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat para wakil Tuhan tersebut. Fungsi ini hanya dapat dijalankan apabila para anggota KY memiliki kualifikasi tidak diragukan, idealnya lebih baik daripada para hakim yang mereka awasi.

Memang tak mungkin mendapatkan manusia sempurna. Namun, kita meyakini Pansel yang ditunjuk Presiden adalah para tokoh nasional yang tidak diragukan lagi kredibilitas dan kapasitasnya. Pansel juga telah memiliki kualifikasi para calon. Namun, ada beberapa kriteria yang mestinya diperhatikan benar oleh Pansel agar mereka yang terpilih adalah sosok yang mendekati harapan masyarakat.

Seleksi tanpa kompromi

Kredibilitas seharusnya menjadi syarat utama. Salah satu tolok ukur kredibilitas adalah apakah keinginan menjadi anggota KY sebagai upaya mencari pekerjaan semata (job seeker). Walau tidak mudah serta-merta menuduh calon sebagai job seeker, kelakuan semacam ini perlu juga diperdalam.

Rekam jejak seorang calon anggota KY harus pula diperdalam secara patut. Pansel harus mampu mendapatkan rekam jejak calon apakah mereka pernah terlibat, membela atau bahkan terkait kasus korupsi atau tidak. Termasuk meneliti apakah calon anggota KY pernah memiliki masalah hukum atau terlibat KKN dalam karier sebelumnya.

Tidak kalah pentingnya, calon anggota KY harus juga memiliki jiwa kepemimpinan. Di antara alasannya karena mereka akan bekerja secara tim yang bersifat kolektif kolegial, bukan perorangan. Jiwa kepemimpinan itu perlu karena kelak mereka tidak hanya menindak para hakim, tetapi harus juga memiliki empati untuk meningkatkan kehormatan dan martabat hakim.

Lembaga peradilan yang profesional dan mendapatkan tingkat kepercayaan yang tinggi di mata masyarakat merupakan kepentingan negeri ini. Eksistensi peradilan jadi tolok ukur pula bagi masyarakat internasional untuk bermitra dengan Indonesia. Itu sebabnya, KY yang eksistensinya diakui dalam UUD 1945 merefleksikan urgensi lembaga ini. Bagaimana rupa para pengawas wakil Tuhan lima tahun ke depan berada di tangan Pansel yang kini sedang bekerja.

AMZULIAN RIFAI, GURU BESAR ILMU HUKUM KETATANEGARAAN, DEKAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Juli 2015, di halaman 6 dengan judul "Menyeleksi Pengawas Hakim".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger