Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 24 Juli 2015

TAJUK RENCANA: Suriah Berbahaya bagi Wartawan (Kompas)

Hilangnya empat wartawan di Suriah menegaskan bahwa negeri itu tetap menjadi negara paling berbahaya di dunia, pada saat ini.

Suriah menjadi negara paling berbahaya bagi wartawan sejak pecah revolusi 2011. Menurut data yang ada, sejak awal konflik sudah 90 wartawan menjadi korban penculikan; 25 wartawan di antaranya hingga kini belum diketahui nasibnya. Sebagian besar dari wartawan yang hilang itu adalah wartawan lokal.

Data yang disodorkan Organisasi Wartawan Lintas Batas (RSF) semakin meneguhkan bahwa Suriah adalah negara yang sangat berbahaya, saat ini. Menurut RSF, 44 wartawan tewas sejak tahun 2011. Sepanjang tahun 2013 saja, 29 wartawan tewas di Suriah. Sementara menurut Komite Perlindungan Wartawan, sedikitnya 84 wartawan tewas di negeri itu sejak tahun 2011.

Bukan hanya Suriah yang merupakan negara berbahaya bagi wartawan. Negara lain seperti Irak, Afganistan, Somalia, Nigeria, Pakistan, Meksiko, Libya, dan Kolombia termasuk dalam daftar negara yang sangat berbahaya bagi wartawan.

Mengapa wartawan terjun ke tempat-tempat yang membahayakan hidupnya? Mengapa mereka, para wartawan, mau mempertaruhkan jiwa raganya untuk profesi yang mereka geluti? Jurnalisme adalah salah satu profesi yang sangat menantang sekaligus berbahaya.

Menjadi wartawan adalah sebuahvocatio, panggilan. Panggilan itu harus dijalankan dengan segenap hati dan pikiran, dengan penuh cinta, tidak setengah-setengah. Mengutip kata-kata filsuf Soren Kierkegaard, profesi itu dilakukan dalam keadaan infear and trembling in anguish (dalam rasa takut dan cemas). PBB menyebut jurnalisme adalah salah satu profesi paling berbahaya di dunia.

Panggilan itulah yang telah menempatkan wartawan pada posisi dan situasi yang tidak jarang sangat pelik. Misalnya, harus melaporkan pelanggaran hak-hak asasi manusia, pemerintahan yang bobrok dan korup, menyuarakan mereka yang tidak mampu dan berani bersuara, berpihak kepada yang tertindas dan lemah, dan membela korban penindasan. Dan, tentu mereka harus pula memberikan pencerahan kepada masyarakat, misalnya, akan perlunya penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.

Tugas dan panggilannya itu yang tidak jarang menjadikan wartawan sebagai korban dan terancam jiwanya. Korban dari mereka yang merasa terusik kejahatannya dibongkar. Di Suriah, wartawan sering dicap sebagai kaki tangan Barat, karena itu mereka pun menjadi korban.

Kita prihatin dan ikut berduka terhadap nasib para wartawan yang tewas karena panggilan tugas. Dan berharap adanya perlindungan yang lebih tinggi terhadap profesi yang membawa misi kemanusiaan ini, termasuk di negeri kita, Indonesia.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Juli 2015, di halaman 6 dengan judul "Suriah Berbahaya bagi Wartawan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger