Perhelatan besar dunia di New York berupa Sidang Majelis Umum Ke-70 PBB serta rangkaian pertemuan tingkat tinggi lain telah usai.
Apa arti perhelatan tersebut bagi Indonesia dan apa peran yang dimainkan Indonesia dalam rangkaian pertemuan-pertemuan tingkat tinggi tersebut?
Ada yang membedakan penyelenggaraan Sidang Majelis Umum PBB tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini PBB genap 70 tahun sehingga sidang kali ini dilakukan untuk memperingati pembentukan PBB 70 tahun lalu.
Setidaknya terdapat empat pertemuan pada tingkat tinggi. Pertama, pertemuan untuk menyetujui Agenda Pembangunan Dunia pasca 2015 atau disebut Sustainable Development Goal (SDG). SDG dapat dikatakan tindak lanjut dari Millennium Development Goal (MDG). Kedua, pertemuan untuk membahas misi perdamaian dunia. Ketiga, pertemuan membahas persamaan jender dan pemberdayaan perempuan. Keempat, pertemuan tingkat tinggi kerja sama Selatan-Selatan.
Tahun ini pula, satu peristiwa sejarah yang mengharukan terukir dengan dikibarkannya bendera Palestina di PBB. Pengibaran bendera ini memang belum mengubah status Palestina sebagai non-member observer state. Namun, peristiwa bersejarah yang dihadiri ratusan menteri luar negeri-termasuk Indonesia-itu menunjukkan adanya fakta yang tidak terbantahkan mengenai dukungan luar biasa masyarakat dunia terhadap kemerdekaan Palestina.
Pengibaran bendera ini merupakanbuilding block menuju kemerdekaan Palestina dan keanggotaannya secara penuh di PBB. Jalan panjang masih harus dilalui Palestina. Indonesia akan selalu bersama dengan Palestina dalam perjuangan tersebut.
Selain pertemuan pada tingkat pemimpin, tak terhitung jumlah pertemuan pada tingkat menteri luar negeri. Salah satu pertemuan yang menarik dari sekian banyak pertemuan menteri luar negeri adalah pertemuan tentang penggunaan veto (ministerial event on restraining the use of veto). Dalam pertemuan itu, Indonesia menjadi salah satu dari lima negara yang diminta untuk bicara.
Tiga isu besar dunia
Dari sekian banyak isu yang dibahas dan pertemuan yang dilakukan di PBB tahun ini, ada tiga isu besar yang Indonesia berperan sangat aktif dan peran ini sangat diakui dunia.
Pertama, isu peacekeeping operation(PKO). Kontribusi Indonesia dalam PKO sangat dihargai dunia. Tahun ini, Indonesia menunjukkan kepemimpinannya dengan menjadi tuan rumah pertemuan regional Asia Pasifik mengenai PKO. Sejauh ini Indonesia telah menerjunkan 2.730 orang dalam PKO di sembilan negara. Baru-baru ini Indonesia juga menyumbang tiga helikopter M-17 untuk diterjunkan di Mali. Dalam berbagai kesempatan, Indonesia juga menawarkan kerja sama pelatihan di Peace Keeping Center, Sentul, Jawa Barat.
Selama pertemuan tingkat tinggi mengenai penjagaan perdamaian, tampak komitmen tinggi negara anggota PBB untuk memberikan kontribusi dalam PKO. Meski demikian, kita perlu melihat dari sisi koin yang berbeda.
Tingginya keperluan akan PKO berarti menunjukkan pula semakin banyak konflik yang terjadi di dunia, semakin banyaknya keperluan untuk menjaga perdamaian. Dengan demikian, komitmen tinggi untuk PKO juga harus diimbangi komitmen tinggi untuk mencegah terjadinya konflik dan terus menghadirkan perdamaian. Sisi koin yang berbeda inilah, antara lain, yang diingatkan Indonesia kepada dunia.
Kedua, isu melawan terorisme dan ekstremisme. Pendekatan Indonesia untuk menjaga keseimbangan antara penggunaan hard power dan soft powermerupakan pendekatan yang banyak diapresiasi dunia dalam melawan terorisme dan ekstremisme. Pendekatan yang berusaha melibatkan masyarakat dan organisasi masyarakat dalam pencegahan munculnya ekstremisme juga merupakan hal unik yang tidak dimiliki oleh semua negara.
Satu elemen baru yang disampaikan Indonesia dalam pertemuan di PBB dalam upaya penyebarluasan nilai toleransi dan moderasi adalah melalui pemberdayaan perempuan. Perempuan dan ibu adalah pendidik anak dan masyarakat. Terdapat kepentingan yang tinggi untuk memberdayakan kaum perempuan dan ibu sehingga mereka mampu menanamkan nilai toleransi dan moderasi sejak awal tumbuh kembang anak dan di dalam masyarakat.
Pembahasan mengenai terorisme semakin menarik dengan situasi baru di Suriah. Situasi baru yang muncul dalam beberapa hari ini menjadikan semakin penting dilakukan dialog politik baik bagi negara-negara yang memiliki pengaruh di Suriah maupun pihak-pihak di dalam Suriah sendiri. Situasi baru ini menciptakan kekhawatiran terciptanya situasi yang justru akan menjadi lebih buruk dan target perang melawan Negara Islam di Irak dan Suriah tidak akan terpenuhi.
Kekhawatiran inilah yang dibahas oleh Menteri Luar Negeri Indonesia pada pertemuan dengan Sekretaris Jenderal PBB dan Presiden Dewan Keamanan PBB (Spanyol) di New York, 2 Oktober 2015. PBB diharapkan dapat memainkan peran sehingga situasi tidak lebih memburuk dan bantuan kemanusiaan dipastikan dapat berjalan. Sudah 4 juta orang Suriah keluar dari negaranya. Mereka yang tertinggal diperkirakan adalah orang-orang yang tidak mampu dari segi ekonomi dan sosial yang justru sangat rentan terhadap pengaruh paham ekstremisme.
Ketiga, isu migrasi. Sikap Indonesia untuk sementara menampung ribuan irregular movement of persons yang berasal dari Banglades dan Myanmar pada Mei 2015 mendapat apresiasi sangat tinggi oleh dunia. Sekretaris Jenderal PBB dan Presiden Sidang Majelis Umum PBB secara khusus juga menyampaikan penghargaan kepada Indonesia.
Saat ini Eropa sedang dihadapkan pada tantangan besar terkait membanjirnya pengungsi dari Timur Tengah dan Afrika Utara. Tidak mudah bagi Uni Eropa mengambil satu sikap solid penanganan membanjirnya pengungsi ini mengingat kondisi setiap negara anggota Uni Eropa juga berbeda-beda.
Apa yang terjadi di Eropa akan berdampak pada penanganan pengungsi di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Proses resettlement jadi terganggu mengingat negara-negara tujuan saat ini sedang menghadapi tantangan besar. Dalam pembahasan isu irregular movement of persons, Indonesia sekali lagi menekankan pentingnya penanganan akar masalah, termasuk semakin maraknya tindakan kriminal penyelundupan manusia.
Perubahan iklim
Untuk tahun 2015, masih akan terdapat satu pertemuan penting lain, yaitu pertemuan mengenai perubahan iklim, yang akan dilaksanakan di Paris mulai 30 November sampai pertengahan Desember 2015. Indonesia berharap pertemuan ini dapat berhasil. Komitmen politik tingkat tinggi diperlukan tanpa mengorbankan prinsip common but differentiated responsibilities danrespective capabilities.
Indonesia sekali lagi telah menunjukkan kepemimpinannya dengan menyerahkan komitmen berupa Intended Nationally Determined Contribution (INDC) pada akhir September 2015. Dalam INDC tersebut, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi Indonesia sebesar 29 persen di bawah business as usual pada 2030 dengan upaya sendiri dan dapat ditingkatkan menjadi 41 persen dengan kerja sama internasional.
Banyak komitmen baru dunia dilahirkan pada 2015. Menjadi tantangan dunia untuk mengimplementasikan semua komitmen tersebut demi terciptanya dunia yang lebih adil, makmur, dan damai. Indonesia sendiri siap untuk memberikan kontribusinya.
RETNO LP MARSUDI
MENTERI LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Oktober 2015, di halaman 7 dengan judul "Indonesia dan PBB".
Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar