Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 06 Oktober 2015

Tajuk Rencana: Kegairahan Perayaan HUT TNI (Kompas)

Kegairahan perayaan Hari Ulang Tahun Ke-70 TNI memberikan sentimen positif tersendiri di tengah kegalauan akibat impitan ekonomi saat ini.

Rupanya kelesuan ekonomi, yang juga dirasakan oleh banyak negara kawasan dan dunia, tidak mengurungkan niat untuk terus mendorong kemajuan, termasuk dalam bidang pertahanan dan keamanan. Simulasi pertempuran udara, laut, dan darat yang melibatkan ribuan prajurit TNI dalam perayaan HUT, Senin, 5 Oktober, justru dinilai membangkitkan kebanggaan dan optimisme di tengah terpaan kesulitan ekonomi.

Efek demonstratif perayaan itu juga terlihat jelas pada parade kekuatan alat utama sistem persenjataan (alutsista), seperti tank dan pesawat tempur, yang mengundang rasa kagum dan kebanggaan. Modernisasi persenjataan TNI tampaknya berjalan efektif tanpa harus melepaskan ikatan jati dirinya pada kekuatan rakyat, yang digambarkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai pilar utama, bahkan ibu kandung TNI.

Jelas pula, perayaan peringatan ulang tahun ke-70 tidak hanya digunakan untuk menegaskan kembali kedekatan TNI dengan rakyat dan mengenang jasa serta pengorbanan para pahlawan, tetapi sekaligus sebagai momentum melihat tantangan masa depan. Mau tidak mau TNI perlu terus bebenah diri bersama komponen bangsa lainnya, lebih-lebih dalam menghadapi tantangan keamanan masa depan. Panglima TNI mengungkapkan, reformasi struktural dan kultural praktis sudah dituntaskan di organisasi TNI meski masih ada kekurangan yang harus dibenahi.

Tantangan yang dihadapi TNI, seperti negara sendiri, tidaklah berkurang, tetapi cenderung bertambah. Dengan mengakhiri peran ganda dalam sistem dwifungsi (keamanan dan politik), tugas TNI tampak tidaklah bertambah ringan karena harus berhadapan dengan ancaman keamanan yang semakin rumit. Peran TNI, seperti kekuatan militer di mana pun dalam sistem pemerintahan demokrasi yang menekankan supremasi sipil, justru bertambah kompleks.

Sekadar perbandingan, militer dalam sistem otoriter praktis terbatas sebagai perangkat keamanan dan alat kekuasaan. Sementara dalam sistem demokrasi, militer tidak cukup sebagai perangkat keamanan, tetapi juga harus profesional dan memahami prinsip hak asasi. Banyak negara dikucilkan dan dijatuhi sanksi internasional karena menganut sistem kekuasaan represif.

Tidak dapat dimungkiri pula, kewibawaan sebuah negara, seperti negara maju Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa, antara lain, tergantung dari postur militernya. Kekuatan militer tangguh dan profesional semakin diperlukan di tengah dunia yang tidak menentu, yang antara lain diganggu dan dirusak oleh ancaman bahaya terorisme, ekstremisme, dan kejahatan siber. Tidak kalah berbahaya tentu saja kemiskinan dan keterbelakangan sebagai musuh berbahaya yang harus diperangi bersama.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Oktober 2015, di halaman 6 dengan judul "Kegairahan Perayaan HUT TNI".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger