Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 07 Oktober 2015

Tajuk Rencana: Kembali Lagi soal Asap (Kompas)

Sudah tiga warga meninggal akibat bencana asap yang belum tertangani di sejumlah wilayah. Ratusan ribu orang terkena infeksi saluran pernapasan.

Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan, sebanyak 307.360 orang di enam provinsi terkena infeksi saluran pernapasan akut dalam kurun 29 Juni-5 Oktober 2015. Jumlah itu diperkirakan bisa meningkat. Data indeks standar pencemar udara di sejumlah tempat berada di tingkat berbahaya!

Akibatnya, sekolah diliburkan. Ibaratnya, bernapas pun warga harus membayar untuk membeli masker. Jika kondisi ini terus dibiarkan, bencana asap bisa menjadi bencana kemanusiaan pada masa mendatang. Situasi seperti ini jelas tidak kita inginkan. Negara harus hadir untuk bersama rakyat mengatasi penderitaan itu. Di media sosial tersebar protes satire terhadap pemerintah yang seperti tak berdaya mengatasi bencana asap. Protes di dunia maya itu akan kian mendegradasi kewibawaan pemerintah pusat.

Pemerintah sebenarnya telah berbuat. Presiden Joko Widodo telah turun ke lapangan dan menginstruksikan agar pemadaman segera dilakukan. Ribuan tentara dikerahkan ke area yang terbakar untuk memadamkan api. Namun, karena peralatan terbatas, pemadaman menjadi tidak maksimal. Sangat ironis.

Jeritan saudara kita di Jambi, Pekanbaru, Palembang, dan Palangkaraya melalui media sosial ataupun media massa adalah jeritan yang seharusnya didengar pemerintah. Harapan untuk meningkatkan status bencana menjadi bencana nasional atau bencana provinsi adalah ekspresi atas kurang adanya respons signifikan dari pemerintah untuk mengatasi bencana asap.

Dengan segala kewenangan yang dimiliki sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, Presiden Joko Widodo saatnya bertindak mengeluarkan semacamexecutive order untuk mengatasi bencana asap. Bangsa Indonesia memiliki 80 doktor yang ahli soal gambut di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan di sejumlah universitas. Bahkan, ada doktor gambut yang menulis disertasi tentang sejarah api di lahan gambut Kalimantan 12.000 tahun lalu. Para ahli punya pandangan tersendiri soal penanganan kebakaran hutan. Membuat kanal di lahan gambut yang terbakar bukanlah solusi!

Kita sarankan Presiden Jokowi mengundang para ahli untuk mencari solusi jangka panjang agar sejarah kebakaran hutan gambut cukup sampai tahun ini saja. Untuk jangka pendek, Presiden tidak perlu segan meminta bantuan internasional untuk membantu memadamkan kebakaran hutan. Terasa ironis ketika anggaran menjadi persoalan, sementara di sektor lain banyak dana tak bisa disalurkan. Para pembakar lahan harus dimintai pertanggungjawaban mengatasi masalah kebakaran hutan tersebut secara pidana ataupun perdata. Karena merupakan negara rentan bencana, saatnya Indonesia memiliki pesawat pengebom air untuk mengatasi kebakaran hutan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Oktober 2015, di halaman 6 dengan judul "Kembali Lagi soal Asap".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger