Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 21 November 2015

Tajuk Rencana: Jangan Menyandera KPK (Kompas)

Lambatnya proses seleksi calon pimpinan KPK di DPR menuai kecurigaan. Langkah Komisi III DPR dirasakan berbelit dan terlalu teknis administratif.

Kecurigaan itu terbaca dari pernyataan Ketua Pengurus Pusat Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama Rumadi di harian ini. Menurut Rumadi, DPR jangan hanya mencari-cari persoalan, segera saja melakukan ujian kelayakan dan kepatutan serta memilih lima dari sepuluh calon yang diajukan.

Sebelumnya beredar kabar pembuatan makalah bagi calon pimpinan KPK pada 19 November dan diteruskan dengan uji kelayakan pada 25-26 November, tetapi jadwal itu diperkirakan mundur. Saat memanggil panitia seleksi (pansel), Komisi III DPR mempersoalkan pembidangan calon pimpinan KPK yang dibuat pansel dan meminta pansel menyerahkan semua dokumen. Semua proses itu akan menjadi pertimbangan Komisi III DPR untuk meneruskan atau tidak meneruskan proses seleksi.

Masa jabatan pimpinan KPK akan berakhir pada 16 Desember mendatang. Jika pimpinan KPK baru belum terpilih pada tanggal tersebut, KPK akan mengalami kekosongan pimpinan. Akibatnya, penanganan kasus korupsi juga tertunda. Publik curiga, DPR sengaja menunda-nunda proses pemilihan agar di KPK terjadi kekosongan pimpinan. Namun, kita sendiri yakin, Komisi III DPR dan DPR tetap akan melanjutkan seleksi pimpinan KPK dan akan terpilih pimpinan KPK baru sebelum 16 Desember.

Menyandera KPK dengan menghambat proses uji kelayakan dan kepatutan hanya akan memperhadapkan DPR dengan rakyat yang jengah dan geram terhadap praktik korupsi yang terus merajalela. Kondisi serupa terjadi saat ini ketika Mahkamah Kehormatan Dewan diuji untuk memeriksa Ketua DPR Setya Novanto. Petisi daring disuarakan dan menuntut politisi Partai Golkar dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur itu mundur. Namun, Setya tetap bertahan. Sejarah memang menunjukkan, keinginan DPR membonsai kewenangan KPK terus saja dilakukan, termasuk dengan gagasan mempercepat revisi Undang-Undang KPK. Akan tetapi, untuk menolak usulan pansel, terlalu berat risiko politik DPR.

Kita yakin DPR akan menyelesaikan tugasnya. Jika DPR tak sepakat dengan sistem pembidangan calon pimpinan KPK, ya, usulan pansel tidak perlu dijadikan acuan. Jika Komisi III DPR tidak setuju dengan sejumlah calon, ya, menjadi hak DPR untuk memilih atau tidak memilihnya. Jadi, masalahnya sederhana. Tidak perlu Komisi III meminta semua dokumen wawancara yang sebenarnya belum tentu semua anggota DPR akan membacanya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 November 2015, di halaman 6 dengan judul "Jangan Menyandera KPK".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger