Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 08 Desember 2015

TAJUK RENCANA: Kehilangan Independensi (Kompas)

Ketua DPR Setya Novanto diadili dalam persidangan Mahkamah Kehormatan Dewan. Namun, pengadilan etika itu berlangsung tertutup!

Persidangan tertutup menimbulkan prasangka negatif. Wajar jika publik mengecam persidangan tertutup melalui berbagai media sosial. Tak heran #MKDbobrok sempat menjadi topik tren Indonesia bahkan dunia.

Persidangan MKD yang berlangsung tertutup dipimpin Wakil Ketua MKD Kahar Muzakir, kolega Novanto, dari Partai Golkar. Kepemimpinan Kahar Muzakir tentunya memunculkan konflik kepentingan yang dilarang dalam persidangan etika.

Undang-undang memang memberikan ruang apakah sebuah persidangan MKD dilakukan tertutup ataupun terbuka. Untuk kasus asusila, persidangan MKD berlangsung tertutup, tetapi kasus Novanto bukanlah kasus asusila. Persidangan terbuka memberikan hak kepada publik untuk mendapatkan informasi atas skandal yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. Kesaksian Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin telah membuka mata bangsa Indonesia soal bagaimana sebenarnya republik ini dikelola oleh politisi, birokrat, dan pengusaha.

Sayang memang Novanto yang notabene adalah wakil rakyat dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur menegasikan aspirasi publik. Novanto termasuk yang menginginkan persidangan berlangsung tertutup. Padahal, dalam persidangan terbuka, Novanto sebenarnya bisa menangkis tudingan yang dialamatkan kepadanya berdasarkan kesaksian yang sudah lebih dahulu didengarnya. Novanto bisa juga menyampaikan pembelaan secara terbuka dan publik bisa langsung mendengar pembelaan Novanto.

Independensi MKD dan kredibilitas lembaga DPR memang sedang menjadi taruhan. MKD tampaknya telah kehilangan independensinya dengan melangsungkan persidangan tertutup dan menuruti kehendak Novanto. MKD tampaknya masih berada di bawah kontrol kekuatan politik di DPR yang menginginkan kasus ini ditutup.

Kita bisa memahami pernyataan Presiden Joko Widodo yang marah terhadap pencatutan namanya yang disebut meminta saham. Presiden juga mengatakan, persoalan yang sedang berjalan di MKD adalah masalah kepatutan, masalah kepantasan, dan masalah etika atau masalah moralitas, dan itu menyangkut wibawa negara.

Kita tunggu tindak lanjut dari kemarahan Presiden Jokowi ketika wibawa negara dipermainkan. Ini adalah tugas aparat hukum para pembantu presiden. Konsolidasi perlu dilakukan Presiden untuk membersihkan lingkungan istana kepresidenan dari berbagai kepentingan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Desember 2015, di halaman 6 dengan judul "Kehilangan Independensi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger