Cari Blog Ini

Bidvertiser

Minggu, 06 Desember 2015

TAJUK RENCANA: Menggugat Independensi MKD (Kompas)

Langkah Mahkamah Kehormatan Dewan menggelar persidangan terbuka, bahkan disiarkan televisi, patut dihargai. Itu adalah langkah maju.

Sidang MKD digelar untuk mengadili dugaan pelanggaran etika Ketua DPR Setya Novanto. Menggelar sidang terbuka sekaligus memenuhi hak rakyat mengetahui perilaku anggota DPR. Masyarakat bisa melihat bagaimana 17 politisi itu menjalankan perannya sebagai hakim etika. Pertanyaan "Yang Mulia" anggota MKD yang tak fokus dan melebar ke mana-mana dicemooh netizen.

Dari dua kali persidangan, publik merasakan bagaimana MKD menempatkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said sebagai "tersangka" dan menempatkan saksi Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dalam posisi terpojok. Padahal, MKD mengadili dugaan pelanggaran etika Novanto. Dari pertanyaan yang diajukan, tampak ada muatan kepentingan—untuk membela sesama kolega dan mengaburkan persoalan—daripada mencari apakah ada dugaan pelanggaran etika.

Dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR yang ditandatangani Ketua DPR Setya Novanto, 18 Februari 2015, disebutkan, "Anggota MKD harus bersikap independen dan bebas dari pengaruh fraksinya atau pihak lain. Pimpinan fraksi atau pimpinan DPR dilarang melakukan intervensi terhadap putusan MKD". Teks boleh saja tertera, tetapi realitas berkata lain. Realitas menunjukkan ada pimpinan fraksi yang menginstruksikan anggota MKD membela Novanto.

Masalah independensi memang jadi persoalan. Apakah ada jaminan independensi MKD untuk mengadili koleganya sendiri?

Kita mendorong MKD melihat persoalan etika lebih luas. Dalam pasal soal integritas yang tercantum dalam Kode Etik disebutkan, "Anggota sebagai wakil rakyat memiliki pembatasan pribadi dalam bersikap, bertindak, dan berperilaku". Kode Etik disusun untuk menjaga kehormatan DPR sehingga ada pembatasan pribadi terhadap anggota DPR dalam berperilaku. Pada pasal lain dinyatakan, "Anggota harus menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPR, baik di dalam maupun di luar gedung DPR, menurut pandangan etika dan norma yang berlaku di masyarakat".

Dalam kerangka itulah seharusnya persidangan kode etik terhadap Novanto ditempatkan. Apakah perilaku Novanto patut dan pantas ketika berbicara dengan Maroef dengan mengajak pengusaha Muhammad Riza Chalid dan membicarakan soal saham? Kode etik perilaku itu harus disesuaikan dengan norma di masyarakat, bukan semata-mata norma anggota DPR.

Kita dorong MKD membentuk panel yang melibatkan unsur masyarakat. Kehadiran empat tokoh masyarakat akan lebih menjamin independensi MKD, menghindarkan MKD dari intervensi fraksi, dan bisa lebih mengontrol terjadinya konflik kepentingan anggota MKD.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Desember 2015, di halaman 6 dengan judul "Menggugat Independensi MKD".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger