Ketika Kongres Perempuan Indonesia III tahun 1938 memutuskan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu, para pencetus kongres tengah memperjuangkan kemerdekaan dan perbaikan keadaan perempuan Indonesia yang disuarakan pertama kali dalam Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta.
Saat itu, kongres juga memperjuangkan perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan anak balita, menghentikan pernikahan dini serta perdagangan perempuan dan anak, mendorong peningkatan pendidikan dan ekonomi, serta peran perempuan dan pembangunan.
Bagi kita, ibu adalah sosok yang selalu memberi dan tidak meminta kembali, seperti kata pepatah "kasih ibu sepanjang zaman, kasih anak sepanjang galah". Tak mengherankan jika hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada responden usia muda memperlihatkan, sosok pahlawan bagi mereka pertama-tama adalah ibu.
Menyoroti ibu juga membahas tentang perempuan. Peran ibu, perempuan, sangat penting dalam memajukan kehidupan suatu masyarakat. Perempuan merupakan separuh jumlah penduduk dan karena itu hasil kerjanya, baik di ruang publik maupun di rumah tangga, tak tergantikan bagi keberlanjutan kehidupan yang berkualitas. Melalui perempuan lahir generasi penerus bangsa dan ibulah pendidik pertama anak-anak yang dia lahirkan.
Hari Ibu karena itu juga berkaitan dengan disepakatinya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) oleh negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. SDG yang disepakati 25 September lalu bertujuan mengakhiri kemiskinan, melindungi Bumi, dan memastikan setiap orang hidup makmur. Dalam 17 tujuan SDG, peran perempuan, ibu, sangat vital. Tidak mungkin menciptakan kemakmuran tanpa memperbaiki kondisi ibu sehingga SDG khusus menetapkan tujuan lima untuk kesetaraan jender.
Meskipun demikian, dalam kenyataan sehari-hari banyak praktik budaya dan sosial belum mendukung perbaikan kondisi ibu. Angka kematian ibu melahirkan kita masih tinggi, tetap terjadi kekerasan fisik dan seksual pada perempuan dan anak, dan usulan untuk menaikkan ke atas batas usia minimum perkawinan perempuan dari 16 tahun (dalam hukum Indonesia usia di bawah 18 tahun dianggap sebagai anak) ditolak Mahkamah Konstitusi.
Meskipun telah banyak kemajuan bagi kaum perempuan, ibu, sejak diadakan Kongres Perempuan Indonesia I tahun 1928, tidak sedikit tantangan terhadap upaya memakmurkan perempuan. Belum semua yang dicita-citakan kongres pertama tercapai. Peringatan Hari Ibu karena itu bukan sekadar upacara rutin, melainkan merupakan kerja yang sungguh membuka kesadaran masyarakat akan arti penting seorang ibu.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Desember 2015, di halaman 6 dengan judul "Peran Ibu Tak Tergantikan".

Tidak ada komentar:
Posting Komentar