Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 14 Januari 2016

TAJUK RENCANA: Saatnya Bertindak bagi Turki (Kompas)

Serangan teroris di Turki yang menewaskan 10 orang dan melukai 15 orang lainnya dinilai sebagai harga yang harus dibayar Turki.

Inilah serangan terorisme pembuka tahun 2016 yang menjadi pukulan bagi dunia pariwisata Turki, apalagi serangan terorisme itu terjadi di Distrik Sultanahmet yang merupakan salah satu pusat wisata. Di tempat itu ada Masjid Biru Ottoman; Museum Hagia Sophia, basilika peninggalan zaman Byzantium; dan Istana Topkapi.

Oktober 2015, pengebom bunuh diri meledakkan diri di tengah kampanye damai di Ankara, ibu kota Turki. Ledakan bom itu menewaskan sekitar 100 orang. Hingga kini, tak seorang pun menyatakan bertanggung jawab atas serangan bom tersebut.

Satu hal yang perlu dicatat, dengan terjadinya serangan di Istanbul itu, terorisme internasional kembali menunjukkan wajah tak manusiawi dan kekejamannya. Kekejaman seperti itu sudah dipertontonkan di Paris, juga Tunis. Kini kembali ke Turki: setelah Ankara, lalu Istanbul.

Mengapa demikian? Bukankah selama ini Turki tidak terlibat langsung dalam intervensi terhadap konflik di Suriah? Namun, Ankara di bawah tekanan Barat untuk menindak tegas para pelintas batas yang masuk ke Suriah dan pasokan kepada Negara Islam di Irak dan Suriah. Turki hanya memberikan akses kepada AS untuk menggempur NIIS di Suriah dengan membiarkan pangkalan militer Incirlik menjadi pijakan pesawat AS untuk menggempur NIIS.

Dalam masalah krisis Suriah, Turki justru mendukung kelompok oposisi bersenjata menghadapi Presiden Bashar al-Assad. Ankara menginginkan penyingkiran Bashar. Selain itu, Turki juga meningkatkan serangan terhadap kelompok Kurdi yang telah lama berjuang untuk memerdekakan diri.

Dengan gambaran seperti itu, tidak mudah menunjuk otak dari serangan di Istanbul itu meski pelaku bom bunuh diri sudah diketahui, yakni warga negara Suriah berusia 28 tahun. Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu juga menuding NIIS sebagai yang bertanggung jawab di balik serangan itu. Hal itu mirip dengan serangan di Ankara. NIIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu.

Akan tetapi, benarkah NIIS pelakunya? Mengapa ada pertanyaan seperti itu? Sebab, selama ini Turki "nyaris" tidak "membangun permusuhan" dengan NIIS. Kalau secara tegas berpihak kepada Barat dan negara-negara yang memerangi NIIS, misalnya, Turki pasti segera menjadi sasaran serangan NIIS karena perbatasannya terbuka.

Setelah serangan bom bunuh diri di Istanbul itu, semestinya Turki tidak lagi bersikap mendua. Ankara harus berani memutuskan untuk bersama-sama memerangi kelompok NIIS yang semakin mempertontonkan aksi tidak manusiawi, kekejaman, dan kebrutalan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Januari 2016, di halaman 6 dengan judul "Saatnya Bertindak bagi Turki".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger