Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 08 April 2016

Demokrasi dan Pulau Buru//Tanggapan Palyja (Surat Pembaca Kompas)

Demokrasi dan Pulau Buru

Goethe Institut semula berencana memutar film dokumenter, Pulau Buru Tanah Air Beta, karya Rahung Nasution, di Goethe Haus, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (16/3). Juga hendak digelar diskusi dengan pembuat film, Ita Nadia, Rahung Nasution, Asvi Warman Adam, dan Dolorosa Sinaga.

Film tak jadi diputar karena Polsek Menteng minta dibatalkan demi alasan keamanan. Wisnu Yonar selaku produser film mengatakan, Goethe dapat informasi dari kepolisian, ada ormas mau demonstrasi membubarkan acara. Film ini berbasiskan narasi sejarah bangsa Indonesia pertengahan 1960-an, berkisah tentang perjalanan kembali mantan tahanan politik ke Pulau Buru bertemu teman lama. Film berdurasi 48 menit itu mengangkat bagaimana kontribusi para tahanan politik saat berada di Pulau Buru.

Rupanya masih ada pihak tertentu yang menganggap Pulau Buru keramat bagi sebagian orang Indonesia. Sebelumnya, pelarangan terjadi pada "Festival Belok Kiri" di Taman Ismail Marzuki.

Menurut Jean-Jacques Rousseau, pemikir yang menekankan teori kedaulatan rakyat, tujuan negara ialah menegakkan hukum dan menjamin kebebasan warganya dalam pengertian kebebasan dalam batas perundang-undangan. Apakah kegiatan menonton film dapat dikategorikan melanggar undang-undang?

Salah satu tahanan politik Pulau Buru adalah Pramoedya Ananta Toer. Sastrawan asal Blora, Jawa Tengah, ini telah melahirkan karya besar di Pulau Buru, antara lain Tetralogi Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca). Penjara tak membuatnya berhenti sejengkal pun untuk menulis. Baginya, menulis adalah tugas pribadi dan nasional.

Indonesia masuk salah satu negara demokrasi besar di dunia. Tentu masih ada catatan sebab dalam realitas, kekerasan atas nama agama masih terjadi. Salah satu syarat penting demokrasi adalah penegakan hukum dan hak asasi manusia. Namun, yang terjadi bukan tegak, tetapi malah hal itu roboh. Intelektual Perancis Oliver Marchart mengatakan, demokrasi bukan sesuatu yang pasti, melainkan yang akan selalu datang. Maka, dengan demokrasi, kita harus selalu berani memulai hal baru dengan gairah, betapa pun sulit dan perih. Ternyata jalan menuju demokrasi di Indonesia masih sangat panjang.

BENNY SABDO

Peneliti Respublica Political Institute

Tanggapan Palyja

Kompas, edisi Minggu (28/2), memuat tiga surat pembaca yang berisi keluhan terhadap layanan PT PAM Lyonnaise Jaya ( Palyja). Berikut kami sampaikan hasil tindak lanjut dari keluhan yang disampaikan para pelanggan kami itu.

Mengenai keluhan Bapak Edi Prabowo, kami sampaikan, Kompleks Merpati merupakan area yang teridentifikasi rentan gangguan suplai air. Area itu disuplai dari Cikokol melalui inlet Warung Gantung. Pasokan air curah dari Cikokol ke wilayah Pegadungan sangat berfluktuasi.

Sebagai upaya mengatasinya, Palyja merencanakan pekerjaan pembangunan tempat penampungan Warung Gantung. Namun, itu masih sangat bergantung pada persetujuan pihak terkait. Kami mohon kesabaran dan pengertian pelanggan. Sebelum itu normal, Palyja menjalankan program pengiriman bantuan air bersih melalui mobil tangki ke area Kompleks Merpati.

Terkait keluhan Ibu Margaret Shirley, kami sampaikan, keluhan telah ditindaklanjuti petugas kami pada 29 Februari disaksikan Bapak Sieman sebagai wakil pelanggan. Hasil pengecekan di lokasi persil pelanggan menunjukkan bahwa air keluar di meter air. Gangguan suplai air di daerah Latumenten beberapa waktu lalu disebabkan suplai air yang berfluktuasi di jaringan.

Tentang keluhan Ibu Yulia Widjaja, kami informasikan bahwa keluhan telah ditindaklanjuti petugas Palyja pada 3 Maret dan disaksikan Ibu Yulia sendiri. Hasil pengecekan di lokasi persil pelanggan menunjukkan bahwa air sudah keluar normal. Gangguan suplai air bersih di area Angke Jaya beberapa waktu lalu disebabkan kondisi tekanan yang tidak optimal.

Demikian tanggapan kami.

MEYRITHA MARYANIE

Kepala Divisi Komunikasi Perusahaan dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT PAM Lyonnaise Jaya

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 April 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger