Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 30 April 2016

TAJUK RENCANA: Tanggung Jawab Australia (Kompas)

Australia kini menjadi sorotan dunia menyusul penutupan detensi pengungsi di Pulau Manus, Papua Niugini.

Pulau Manus adalah detensi para "manusia perahu" asal Timur Tengah dan Afganistan yang mencoba mencari suaka ke Australia. Para pengungsi itu ditangkap di wilayah perairan Australia dan kemudian ditahan di Pulau Manus. Mahkamah Agung Papua Niugini (PNG), Rabu, menyatakan, detensi di Pulau Manus yang dihuni sekitar 900 pengungsi itu melanggar konstitusi dan ilegal.

Persoalannya, bagaimana kini nasib 900 pengungsi itu? PNG berkeras itu adalah tanggung jawab Australia karena sejak awal detensi itu didirikan untuk memproses pengungsi, bukan sebagai tempat penahanan jangka panjang. Australia, sebaliknya, mengatakan, nasib para pengungsi itu menjadi tanggung jawab PNG.

Penanganan pengungsi menjadi pelik karena erat terkait dengan kondisi politik dalam negeri. Banjir pengungsi di Eropa, misalnya, telah membuat partai-partai sayap kanan yang anti imigran melejit popularitasnya dan partai-partai berkuasa ditinggalkan pemilihnya. Tekanan serupa juga muncul di Australia yang akan melaksanakan pemilu.

Partai Liberal yang kini berkuasa memenangi pemilu tahun 2013 karena secara tegas berkampanye menentang pengungsi. Itu sebabnya, PM Australia Malcolm Turnbull bergeming soal kebijakan "manusia perahu".

Undang-Undang Australia menyebutkan, siapa pun yang tertangkap saat memasuki Australia dengan perahu akan digiring ke detensi di Pulau Nauru (Pasifik Selatan) dan Pulau Manus. Mereka tidak akan diterima di Australia.

Langkah Australia itu dikecam kelompok-kelompok HAM internasional, termasuk PBB, karena bertentangan dengan hukum internasional. Apalagi, kondisi detensi di kedua pulau itu memprihatinkan. Rabu lalu, seorang pengungsi asal Iran yang sudah tiga tahun berada di Nauru membakar dirinya ketika ada kunjungan dari pejabat UNHCR Australia. Ia kemarin meninggal.

Australia dan PNG akan bertemu pekan depan untuk membicarakan masalah ini. Opsi yang ditawarkan Australia adalah pengungsi dipindahkan ke detensi Nauru, menetap di PNG, atau disalurkan ke negara-negara ketiga yang bersedia menampung. Bisa jadi pada ujungnya Australia akan memberikan "konsesi" yang lebih besar kepada PNG seperti yang dilakukan Turki terhadap Uni Eropa. Namun, hal ini tidak menyelesaikan persoalan kemanusiaan mengenai penanganan pengungsi yang lari dari perang.

Indonesia, Maret lalu, menjadi tuan rumah Bali Process, yaitu mekanisme regional untuk penanganan pengungsi dan penyelundupan manusia. Intinya, negara asal, negara transit, dan negara tujuan akan saling berbagi beban dan tanggung jawab. Namun, meski Australia dan PNG menjadi bagian dari Bali Process, sepertinya isu pengungsi Manus tidak bisa dibahas melalui mekanisme ini karena detensi Manus adalah produk kebijakan bilateral kedua negara.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 April 2016, di halaman 6 dengan judul "Tanggung Jawab Australia".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger