Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 21 Mei 2016

Bang Ali dan Ahok//Hati-hati Memilih Rumah Sakit//Kehilangan Tas (Surat Pembaca Kompas)

Bang Ali dan Ahok

Almarhum Letnan Jenderal KK0 (Korps Komando Operasi/kini Korps Marinir TNI AL) Ali Sadikin adalah gubernur DKI Jakarta yang kontroversial sekaligus legendaris. Untuk membiayai pembenahan "kampung besar" Jakarta, ia melegalkan judi agar tak liar dan sekaligus memberi pemasukan lewat pajak ke kas daerah.

Uang itu dipakai membangun jalan dan perbaikan kampung dalam Proyek MHT (Muhammad Husni Thamrin). Tentu ada yang protes keras dengan legalisasi judi yang hukumnya haram itu. Bang Ali menjawab dengan mempersilakan berkendara lewat jalan "yang tak haram".

Bang Ali yang Muslim tentu saja paham bahwa judi dan pelacuran dilarang agama, tetapi dia berani melokalisasi dengan pertimbangan pragmatis: judi dan pelacuran sudah ada sejak zaman nenek moyang dan tak bisa dihapuskan. Dengan lokalisasi, pekerja seks komersial tidak menyebar ke mana-mana, dapat dibina petugas sosial dan agama, disuluh dan dijaga kesehatannya oleh petugas kesehatan.

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok adalah Gubernur DKI Jakarta saat ini. Lelaki kelahiran Bangka Belitung itu menyandang sebutan tripel minoritas: bukan pribumi, bukan Muslim, dan jujur. Orang bersih seperti itu sulit bekerja sama dengan peselingkuh di eksekutif maupun legislatif.

Ternyata berbagai survei menunjukkan bahwa kinerja dan kepemimpinan Ahok memuaskan warga. Syukurlah, penduduk Jakarta bisa membedakan mana orang yang bekerja benar dan mana yang cuma suka omong dan komentar.

SUPARTO DJAJA LAKSANA, PERUM JOMBOR BARU BLOK VII, MLATI, SLEMAN, DIY

Hati-hati Memilih Rumah Sakit

Anak saya, usia balita, memilikiriwayat kejang. Suhu tubuh 38,5 derajat celsius saja bisa kejang. Pada Sabtu (16/4/) anak saya demam sejak pukul 13.00. Diberi obat penurun panas, demamnya turun. Namun, menjelang maghrib suhu naik lagi jadi 38,6 derajat celsius.

Saya memutuskan membawanya ke rumah saki terdekat, yaitu RSU Ja'far Medika di Munggur, Mojogedang, Karanganyar, Jawa Tengah, yang berjarak kurang lebih 2 kilometer dari rumah. Sampai di RSU Ja'far Medika, kami langsung ke unit gawat darurat (UGD). Namun, cukup lama saya menunggu tidak ada tenaga medis yang segera menangani. Akhirnya datang seorang laki-laki, mungkin perawat, saya langsung meminta mengukur suhu tubuh anak saya. Saya ceritakan pula anak saya punya riwayat kejang.

Ia tenang-tenang saja dan mengukur suhu anak saya, ternyata 40,1 derajat celsius. Saya panik dan langsung minta anak saya dirawat inap. Seorang perempuan berkacamata dengan kalung stetoskop yang menyusul ke ruangan tersenyum sambil berkata tidak apa-apa, tidak perlu rawat inap, dan menyarankan pulang karena anak saya sudah mendapat obat anti kejang.

Saya memohon obat penurun panas yang dimasukkan dari dubur agar suhunya cepat turun. Lagi-lagi dengan senyum ia menjawab itu baru diberikan kalau anak sudah kejang.

Bayangkan bagaimana perasaan saya waktu itu: mengetahui anak saya sudah empat kali kejang karena demam, justru disuruh pulang oleh tenaga medis yang "normalnya" tanggap terhadap masalah seperti ini.

Akhirnya anak terpaksa saya bawa pulang. Baru sampai halaman rumah, kekhawatiran saya terjadi: anak saya kejang. Tidak ada pilihan lain kecuali kembali ke RSU Ja'far Medika karena itu satu-satunya RS terdekat dari tempat tinggal kami.

Pengalaman buruk saya terulang lagi. Di UGD kosong melompong dan lama sekali anak saya tidak ditangani. Ada laki-laki datang membawa infus, tetapi keluar ruangan lagi. Akhirnya saya dengan gemas keluar dari UGD dan pergi ke rumah sakit di kota Sragen.

Alhamdulillah, anak saya mendapatkan pelayanan yang baik dan menenangkan saya sebagai orangtua. Di UGD rumah sakit itu juga ada beberapa tenaga medis yang siaga, bahkan anak saya diperiksa dua dokter.

NINIK SULASTRI, PLOSOREJO, KELURAHAN SEPAT, KECAMATAN MASARAN, SRAGEN

Kehilangan Tas

Saya naik KA Argo Anggrek malam, Minggu (1/5), dari Stasiun Tawang Semarang menuju Jakarta. Setibanya di Stasiun Gambir, keesokan harinya, tas ransel berisi laptop, 3 flash disk berisi data penting, dokumen penting, baju, sepatu, kacamata, dan lain-lain, raib.

Saya langsung melapor ke Polsuska Stasiun Gambir, hanya dibuatkan berita acara kehilangan dan sampai sekarang tidak ada kabarnya. KA eksekutif harusnya lebih aman dari KA ekonomi.

ABU SHOFYAN, JL SERIMPI III/B 137 PERUM P4A, PUDAK PAYUNG, SEMARANG

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Mei 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat untuk Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger