Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 24 Mei 2016

TAJUK RENCANA: Gelombang Kanan di Eropa (Kompas)

Melejitnya popularitas Norbert Hofer, calon presiden dari partai ekstrem kanan Austria, Partai Kebebasan, membuka mata dunia, Eropa mulai berubah.

Pada pemilu presiden putaran pertama April lalu, Norbert Hofer (45) meraih suara tertinggi, yang menyebabkan kandidat dari partai berkuasa, Sosial Demokrat, untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II tersingkir. Pada pemilu Minggu (22/5), Hofer berbagi suara 50 persen banding 50 persen dengan Alexander van der Bellen dari Partai Hijau. Kemenangan akan ditentukan melalui suara yang diberikan lewat pos.

Apa makna "kemenangan" Hofer? Hanya beberapa tahun silam, partai ekstrem kanan adalah pilihan yang tabu bagi masyarakat Eropa. Kampanye mereka selalu dijaga ketat polisi, diteriaki, atau diganggu dengan bunyi-bunyian agar pidatonya tak terdengar.

Kini, yang terjadi sebaliknya. Apa yang terjadi di Austria juga terjadi hampir di seluruh Eropa. Partai sayap kanan yang mengusung slogan anti migran dan islamofobia memperoleh dukungan rakyat. Partai mapan yang berkuasa rontok satu per satu.

Sebut saja kebangkitan Front Nasional di Perancis yang dipimpin Marine Le Pen, Partai Alternatif untuk Jerman yang diusung oleh perempuan cerdas Frauke Petry, Partai Rakyat Swiss, Partai Rakyat Denmark, Jobbik di Hongaria, Partai Finlandia, dan Demokrat Swedia. Semuanya menyuarakan hal serupa: bangkitkan nasionalisme dan lindungi identitas. Federalisme kini berhadapan dengan nasionalisme. Tak heran jika mereka juga anti Uni Eropa.

Banjir pengungsi ke Eropa sejak 2015 telah menebar rasa takut pada rakyat Eropa. Bukan saja mereka khawatir lahan pekerjaan diambil alih oleh imigran, atau tunjangan kesejahteraan berkurang, karena harus berbagi dengan pengungsi. Namun, juga soal perlindungan identitas kultural.

Polandia dan Hongaria, misalnya, menolak mentah-mentah kuota untuk menampung pengungsi karena tidak ingin "homogenitas" di negaranya tercemar oleh budaya asing. Kondisi ini diperburuk resesi ekonomi global yang juga membawa sejumlah negara di Eropa, antara lain Yunani, menjadi negara yang bergantung pada bantuan donor.

Tidak bisa dimungkiri, Uni Eropa kini menghadapi ujian sangat berat untuk mempertahankan nilai-nilai yang dahulu diusung dengan kebanggaan, yaitu persatuan, solidaritas, dan kesetaraan. Oleh karena itu, jika nanti pada 23 Juni referendum Inggris menghasilkan putusan Inggris keluar dari Uni Eropa, gelombang ini akan membawa efek domino di kontinen.

Hanya rakyat Eropa yang bisa menghindari bencana ini melalui pemilu yang akan berlangsung dalam waktu dekat, yaitu dengan memberikan suaranya kepada kandidat yang mengusung visi Eropa bersatu.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Mei 2016, di halaman 6 dengan judul "Gelombang Kanan di Eropa".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger