Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 21 Juli 2016

Amnesti Pajak dan Aliran Likuiditas (DESMON SILITONGA)

Setelah sempat mengalami jalan berliku, Selasa (28/6), akhirnya UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) disahkan. UU ini menjadi andalan pemerintah untuk mendongkrak penerimaan pajak yang dalam lima tahun terakhir selalu gagal memenuhi target. Pemerintah menargetkan penerimaan dari kebijakan pengampunan pajak ini sekitar Rp 165 triliun.

Melempemnya kinerja penerimaan pajak tidak dapat dilepaskan dari situasi eksternal, yaitu masih lesunya kinerja pertumbuhan ekonomi global. Seluruh kawasan cenderung dilanda kelesuan. Hal ini dapat dibaca dari laporan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia yang kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2016.

Faktor eksternal-internal

Salah satu dampak dari kelesuan ekonomi global ini adalah tekanan harga komoditas. Apalagi dengan melempemnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Padahal, komoditas merupakan produk unggulan ekspor Indonesia.

Tidak mengherankan apabila kinerja ekspor Indonesia dalam tiga tahun terus terkontraksi. Imbasnya, membuat penerimaan pajak dari aktivitas perdagangan (ekspor dan impor) berkurang.

Celakanya, lesunya daya beli dalam dua tahun terakhir membuat penerimaan pajak semakin sulit didongkrak. Indikator lesunya daya beli ini tecermin dari melambatnya pertumbuhan penjualan di sektor otomotif, konsumsi, elektronik, semen, dan properti. Daya beli yang lesu memberi imbas pada tertekannya investasi dan kredit.

Kombinasi faktor eksternal dan internal inilah yang membuat pemerintah kesulitan mengejar target penerimaan pajak. Itu pula sebabnya, dalam APBN-P 2016 target penerimaan pajak diturunkan Rp 7,5 triliun dari Rp 1546,7 triliun menjadi Rp 1539,7 triliun.

Namun, perlu juga dicatat bahwa melempemnya kinerja penerimaan pajak tidak melulu disebabkan oleh kondisi perekonomian, tetapi juga kontribusi dari wajib pajak (WP). Harus diakui bahwa tingkat kesadaran dan kepatuhan WP untuk membayar pajak masih sangat rendah.

Bahkan, sejumlah WP sudah terbiasa melakukan praktik penghindaran pajak. Salah satunya dengan praktik mendirikan perusahaan cangkang (shell corporation) di negara surga pajak (tax heaven).Praktik seperti ini bukan hal baru. Namun, setelah terkuaknya Panama Paper membuat praktik seperti ini makin terang benderang.

Bukan itu saja, wajib pajak orang pribadi (WPOP) juga turut berkontribusi terhadap rendahnya penerimaan pajak. Dibandingkan dengan WP badan, WPOP ini lebih sulit dideteksi.

Tahun 2015, realisasi penerimaan pajak dari WPOP hanya sekitar Rp 9 triliun dari potensinya sebesar Rp 101 triliun. Dari sekitar 25 juta WPOP, hanya sekitar 900.000 yang patuh membayar pajak. Itulah sebabnya, ke depanpemerintah akan fokus "menggarap" WPOP ini.

Oleh sebab itu, kehadiran UU Pengampunan Pajak diharapkan bisa menarik minat WP untuk membayar pajak. Bagaimanapun, UU Pengampunan Pajak ini memberikan banyak kemudahan dan insentif. Salah satunya tarif tebusan yang relatif terjangkau.

Tarif tebusan untuk WP yang melakukan repatriasi (membawa kekayaannya kembali ke Indonesia) hanya dikenai tarif tebusan sebesar 2%-5%. Sementara bagi WP yang melaporkan (deklarasi) kekayaannya dikenai tarif tebusan sebesar 4%-10%. Menurut pemerintah, potensi dana repatriasi dan deklarasi masing-masing mencapai Rp 1.000 triliun dan Rp 4.000 triliun.

Bukan itu saja, pengampunan pajak ini juga ikut menyasar WP di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Harus diakui bahwa kontribusi penerimaan pajak dari UMKM masih rendah. Tarif tebusan untuk UMKM sebesar 0,5% untuk aset di bawah Rp 10 miliar dan 2% untuk aset di atas Rp 10 miliar.

Aliran likuiditas

Selain memberikan dampak positif terhadap tambahan penerimaan negara dan memperbesar basis pajak, kebijakan pengampunan pajak ini akan memberikan dampak positif terhadap pasar keuangan. Aliran likuiditas diekspektasikan akan meningkat cukup signifikan.

Ekspektasi inilah yang mendorong bergairahnya pasar keuangan setelah disahkannya UU Pengampunan Pajak. Bahkan, kinerja pasar keuangan Indonesia relatif tidak terimbas oleh dampak keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit).

Sebaliknya, pasar saham, pasar Surat Utang Negara (SUN), dan nilai tukar rupiah cenderung relatif menguat. Indeks harga saham gabungan (IHSG) mampu menembus di atas level 5.000 dengan nilai transaksi yang naik cukup signifikan.Yield SUN tenor 10 tahun turun ke level 7,1% dari sebelumnya di atas 7,5%, dan nilai tukar rupiah menguat 5% sejak Januari-Juni 2016. Cadangan devisa akan terkerek naik.

Bukan itu saja, dampak dari kebijakan pengampunan pajak ini menjadi sentimen terhadap membaiknya persepsi investor asing terhadap pasar keuangan Indonesia. Hal ini tecermin dari membaiknya credit default swap (CDS) sepanjang tahun ini.

Persepsi yang terus membaik akan mendorong aliran dana (capital inflow). Sepanjang Januari- Juni 2016, aliran dana asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia menembus Rp 97 triliun atau tumbuh sebesar 70% dari periode yang sama 2015.

Tentu, aliran likuiditas ini harus dikelola dengan baik agar tak menimbulkanbubble yang dapat mengganggu stabilitas makroekonomi. Itulah sebabnya, pemerintah harus bisa menyiapkan variasi instrumen-instrumen keuangan, khususnya yang bisa dihubungkan (linked) dengan sektor riil. Hanya dengan begitu aliran likuiditas ini memberi dampak positif terhadap sektor riil.

Meski demikian, pemerintah diharapkan juga memberikan kesempatan bagi lembaga keuangan dan korporasi untuk juga ikut memanfaatkan aliran likuiditas ini sebagai sumber pendanaan bagi kegiatan investasinya.

Tentu, agar aliran likuiditas ini bisa bertahan lebih lama sangatlah dibutuhkan kebijakan yang kredibel dan konsisten. Di sinilah pentingnya pemerintah mempercepat realisasi paket-paket ekonomi, khususnya dalam perbaikan iklim investasi dan regulasi. Bagaimanapun, kepastian regulasi sama pentingnya dengan imbal hasil bagi pemilik dana.

DESMON SILITONGA, ANALIS PT CAPITAL ASSET MANAGEMENT, ALUMNUS PASCASARJANA FEUI

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Juli 2016, di halaman 7 dengan judul "Amnesti Pajak dan Aliran Likuiditas".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger