Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 21 Juli 2016

TAJUK RENCANA: Pemidanaan Diskresi (Kompas)

Presiden Joko Widodo memerintahkan Kejaksaan Agung dan Kepala Polri tidak memidanakan tindakan administrasi pemerintah.

Presiden Joko Widodo juga meminta kejaksaan dan kepolisian dari pusat sampai daerah segaris dan seirama. Presiden pun mengingatkan agar kebijakan dan terobosan yang diambil pemerintah mendapat dukungan dari jajaran penegak hukum. "Tolong dibedakan mana yang niat nyuri, niatnyolong, dan mana yang tindakan administrasi," kata Presiden (Kompas, 20/7).

Sebagai kepala pemerintahan yang bertanggung jawab atas pemerintah, instruksi Presiden itu sah-sah saja. Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan. Hukum hanya bisa ditegakkan jika memang ada kekuasaan yang memang menegakkannya. Sebaliknya, kekuasaan yang tanpa hukum hanya akan menjadi anarki.

Hukum dibuat untuk ditaati. Hukum atau sebagai kontrak sosial bersama dibuat agak bangsa ini bisa mencapai tujuan bersama, terciptanya kesejahteraan umum dan keadilan sosial, terjadinya tertib sosial. Menjadi tugas penegak hukum untuk menegakkan hukum.

Instruksi Presiden agar penegak hukum tidak memidanakan pejabat yang mengambil diskresi bukan dalam arti pejabat bisa mengambil kebijakan sebebas-bebasnya atas nama diskresi. Pengambilan diskresi harus memenuhi syarat yang diatur dalam UU Administrasi Negara. UU telah mengatur dalam lingkup apa pejabat bisa mengambil tindakan diskresi. UU Administrasi Negara seharusnya menjadi panduan bagaimana relasi antara diskresi dan pemidanaan.

UU Administrasi jelas memberikan kewenangan kepada pejabat membuat diskresi yang ditujukan untuk melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, dan mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu. Diskresi yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan aturan: sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik, berdasarkan alasan obyektif, tidak memiliki konflik kepentingan, dan dilakukan dengan itikad baik.

Pejabat yang membuat diskresi perlu melaporkan kepada atasan secara tertulis, termasuk maksud dan tujuannya. Mengikuti logika UU Administrasi, diskresi dibenarkan dalam koridor undang-undang, termasuk dengan meminta persetujuan dari atasan. Langkah dan prosedur pengambilan diskresi inilah yang harus dipahami penegak hukum dan pejabat itu sendiri. Jika UU Administrasi Negara dijadikan acuan, seharusnya tidak perlu ada kriminalisasi terhadap kebijakan sejauh memang kebijakan yang diambil tidak melanggar hukum. Namun, diskresi juga bukan berarti bisa dilakukan tanpa batas.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Juli 2016, di halaman 6 dengan judul "Pemidanaan Diskresi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger