Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 22 Juli 2016

Batu Kapur di Bohorok//Ihwal Dosen Pindah Antaruniversitas (Surat Pembaca Kompas)

Batu Kapur di Bohorok

Saya terkejut mendengar berita tentang rencana pembangunan pabrik semen di Bohorok, Sumatera Utara. Selama ini, saya berupaya keras memasarkan wisata lingkungan di Konservasi Orangutan Bukit Lawang, Sumut.

Selama ini konservasi itu dikelola organisasi nonpemerintah dari Swiss. Alangkah besar perhatian mereka terhadap kegiatan konservasi yang memang hanya ada di Indonesia: spesies orangutan. Rupanya tak ada makan siang yang gratis sebab Swiss sudah merencanakan jauh hari memanfaatkan sumber kekayaan alam dari wilayah itu.

Mereka tahu bahwa di sana ada sumber batu kapur untuk bahan baku semen seluas 600 hektar yang diperkirakan cukup untuk 200 tahun. Ini merupakan harta karun terbesar bagi mereka jika berhasil mengeksploitasi alam di dekat Taman Nasional Gunung Leuser itu.

Saya menyayangkan jika izin kerja sama itu terwujud sebab pada 1996 ada pengusaha nasional yang sudah survei di sana dan benar ada pegunungan kapur sebagai bahan baku semen. Perusahaan nasional itu tak lolos amdal. Sekarang muncul kabar bahwa suatu perusahaan semen dari Swiss telah mendapat izin dan segera beroperasi. Oh!

SUSILAWATI

APARTEMEN MANHATTAN BAY, KELAPA GADING, JAKARTA UTARA

Ihwal Dosen Pindah Antaruniversitas

Berikut tanggapan saya atas artikel Fuad Rakhman (Kompas, 17/5), "Mobilitas Antaruniversitas".

Perpindahan dosen antaruniversitas jelas banyak manfaatnya. Namun, penting dipahami, mobilitas dosen bukan dikendalikan sepenuhnya oleh regulator. Di negara yang pendidikan tingginya maju, dosen pindah universitas semata mengikuti pasar bebas: universitas punya permintaan tenaga kerja, sementara dosen adalah titik pasokan. Pemerintah tak pernah membuat keputusan bahwa seorang dosen dari universitas A harus pindah ke universitas B dengan alasan apa pun. Perguruan tinggi diberi otonomi, termasuk dalam pengelolaan SDM-nya.

Otonomi itu tecermin dari tata cara lowongan dosen baru. Sebuah universitas membuka lowongan karena dua hal: dosen lama berpindah kerja atau sebuah program studi sedang berkembang sehingga memerlukan tambahan SDM. Di Indonesia hanya dikenal posisi dosen, lowongan di luar negeri dengan spesifik menyebutkan posisi yang sedang dibuka: lecturer,assistant professor, associate professor, atau full professor.

Ilustrasi di atas cukup menjadi pembeda kedua kubu dalam mengelola SDM. Saat seseorang diterima jadi dosen baru di PTN/PTS di Indonesia, dia sudah pasti akan memulai kariernya dari jenjang asisten ahli. Tak pernah ada lowongan untuk lektor, lektor kepala, atau guru besar di Indonesia. Bisa dipahami, seorang dosen bakal menghabiskan karier di satu universitas saja.

Di luar negeri, seorang assistant professor bisa pindah ke universitas lain yang sedang membuka lowongan untuk posisi akademik lebih tinggi. Tak hanya ba- gi akademisi, para pekerja di industri yang bergelar doktor pun boleh mendaftar. Seleksinya cukup sederhana. Yang dicek pertama kali adalah publikasi ilmiah dan rekam jejak penelitian. Pelamar diberi kesempatan kasih kuliah di depan mahasiswa. Terakhir adalah wawancara memeriksa kesesuaian visi dan misi antara pelamar dan universitas.

Tak semua dosen pindah kerja karena faktor gaji. Sebagai contoh, negara di Eropa umumnya memberlakukan sistem gaji seragam untuk semua universitas. Kalaupun ada beda, variasinya cukup kecil. Artinya, alasan seorang dosen pindah lebih karena ingin bekerja di universitas yang peringkat akademiknya lebih bagus atau yang arah penelitiannya lebih sesuai dengan minatnya.

Di Amerika Serikat bisa dimengerti jika banyak ditemui perpindahan dosen. Mayoritas universitas top di AS adalah PTS. Otonomi kampus tinggi. Di Eropa sebagian besar universitas adalah PTN. Di beberapa negara, Belanda dan Perancis, regulasi PTS amat ketat. Bagaimana dosen tetap bisa mudah berpindah-pindah kerja antaruniversitas, bahkan antarnegara? Jawabannya, seorang dosen PTN di Eropa berstatus bukan PNS sehingga status pekerjaannya tak terikat ke sebuah institusi.

Di Indonesia wacana status dosen nir-PNS di beberapa PTN eks BHMN sempat dibahas di UU BHP. Namun, UU itu telanjur diamandemen tanpa sempat dianalisis lebih lanjut. Dengan sistem sekarang, perpindahan dosen nyaris mustahil. Dosen PTS tak mungkin bisa pindah ke PTN kalau statusnya bukan PNS. Sementara, arus perpindahan yang sebaliknya juga sulit karena anggapan sebagian kalangan: PTN lebih superior dari PTS.

RULLY TRI CAHYONO

DOSEN DI ITB, KANDIDAT DOKTOR DI UNIVERSITAS GRONINGEN

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Juli 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger