Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 23 Juli 2016

Transparansi SBMPTN (BUDI SANTOSA)

Sudah puluhan kali tes seleksi masuk perguruan tingi negeri dilakukan dengan berbagai perubahan nama. Mulai dari SKALU, Proyek Perintis, Sipenmaru, UMPTN, hingga terakhir Seleksi Bersama Masuk PTN atau SBMPTN.

Sudah banyak perubahan dalam hal sistem dan prosedur pendaftaran, tes, hingga pengumuman. Dan banyak pihak memercayai bahwa seleksi masuk perguruan tinggi negeri selama ini sudah cukup bagus dalam menjamin kualitas mahasiswa yang masuk.

Namun, satu hal tidak pernah berubah: peserta tidak pernah tahu berapa nilai yang dia raih. Sesuatu yang sebenarnya kurang wajar. Hal ini berlangsung sekian lama dan menimpa sekian banyak orang. Selama ini kita menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa.

Mungkinkah tradisi yang kurang elok ini diperbaiki?

Pentingnya transparansi

Menjadi tuntutan dasar bahwa proses-proses yang dilakukan dalam seleksi dan belajar mengajar di universitas mengikuti tata kelola yang baik (good governance). Salah satu cirinya adalah transparansi. Transparansi hasil tes sudah seharusnya menjadi bagian dari proses seleksi sehingga publik tahu dengan jelas mengapa dia tidak diterima, berapa nilainya, dan berapa ambang batas (passing grade)seseorang diterima di suatu prodi suatu universitas negeri.

Di lain pihak harus disadari bahwa PTN bukanlah milik pribadi para pejabat, pengelola, dosen, atau karyawan yang bekerja di dalamnya. PTN adalah milik pemerintah. Maka, sudah seharusnya PTN memberikan layanan secara adil untuk masyarakat. Kalaupun ada fasilitas khusus untuk orang-orang tertentu, tidak seharusnya mengorbankan kualitas atau aspek-aspek tata kelola yang baik.

Di dalam hal akreditasi perguruan tinggi pun good governance menjadi salah satu aspek yang dievaluasi. Salah satunya adalah cara perekrutan mahasiswa baru. Namun sayang, transparansi nilai masukini tidak pernah menjadi perhatian dalam proses akreditasi.

Kini, semenjak ada pembagian jalur masuk PTN melalui jalur undangan, tes (SMPTN) dan mandiri; semakin penting peserta tes mengetahui berapa nilainya. Tidak cukup hanya diberi tahu diterima atau tidak. Di banyak PTN nilai SBMPTN digunakan untuk melamar PTN melalui seleksi mandiri. Mereka yang tidak lulus SBMPTN bisa memilih program studi baru (prodi) melalui jalur mandiri.

Pilihan ini didasarkan pada pilihan pertama ketika SBMPTN. Dengan begitu mengetahui nilai SBMPTN adalah hal yang sangat penting.Karena dari situ calon mahasiswa bisa menentukan pilihan prodi apa dan universitas mana yang layak berdasarkan capaian nilainya. Masyarakat semakin sulit menentukan pilihan. Sesuatu hal yang mestinya sederhana, tetapi belum dilaksanakan.

Kondisi saat ini, peserta seperti bermain judi: memilih sesuatu berdasarkan sesuatu yang sama-sama tidak jelas informasinya. Kalaupun ada informasi hanya samar-samar karena hanyaperkiraan dasarnya. Hal ini diperparah lagi dengan tidak dibukanya kepada publik informasi mengenaiberapapassing grade memasuki sebuah prodi di sebuah universitas. Beberapa universitas memungut biaya yang cukup besar untuk pendaftaran seleksi mandiri PTN ini. Hal ini kadang justru dijadikan ladang untuk mendapatkan uang. Pungutan uang ini tentu tidak masalah asal masih dalam ukuran wajar.

Namun, di sisi lain banyak lembaga bimbingan tes, sebagai lembaga tidak resmi di luar organisasi pendidikan formal, justru sering mempunyai informasi yang valid soal passing gradehampir semua prodi di berbagai universitas negeri. Mereka bisa memberikan saran yang jitu ketika para calon mahasiswa mengikuti try out di lembaganya.

Banyak calon mahasiswa mendapatkan informasi yang lebih valid dari bimbingan belajar daripada dari universitas atau lembaga resmi pemerintah. Bahkan, para dosen dan karyawan di PTN pun akan kesulitan ketika ditanya passing grademasuk suatu prodi di universitas tempat dia bekerja.Berarti ada juga proses tidak transparan yang melibatkan lembaga penyelenggara SBMPTN dengan lembaga bimbingan belajar.

Sangat kecil kemungkinan proses-proses seperti itu berlangsung tanpa ada motivasi komersial.

Mengapa terjadi?

Mengapa ketidaktransparanan nilai SBMPTN dan passing grade prodi ini terjadi dan berlangsung dalam waktu puluhan tahun? Mungkin ini terjadi karena ada pihak-pihak tertentu yang diuntungkan. Ada yang ingin mengambil kesempatan dalam ketidakjelasan.

Pihak-pihak tertentu itu bisa jadi adalah pihak-pihak yang seharusnya menjaga kualitas pendidikan kita dari level atas hingga bawah. Jika nilai-nilai itu dibuat transparan, celah untuk memasukkan anak atau sanak saudara lewat "jalur khusus" di luar jalur resmi akan tertutup.

Tentu sistem seperti ini tidak adil bagi mereka yang tidak punya akses khusus ke para pengambil keputusan, baik di Dikti maupun pengelola PTN. Akan ada orang-orang yang secara kualitas tidak masuk akhirnya harus diterima melewati jalur khusus. Jika ini benar, kualitas mahasiswa menjadi taruhannya. Sekolah-sekolah bagus akan kemasukan beberapa mahasiswa yang secara kualitas sebenarnya kurang memadai. Mereka adalah outlier yang mengganggu.

Kalau ini benar, kita menyayangkan apabila PTN sebagai salah satu pilar pendidikan yang seharusnya menjadi contoh transparansi dan juga kejujuran ternyata justru memberi teladan yang buruk bagi masyarakat ataupun lembaga lain. PTN yang mestinya menghasilkan manusia cerdas dan berperilaku baik justru memulai tahapawal proses pekerjaanbesarnya dengan hal yang kurang elok.

Meniru SMP dan SMA

Sederhana saja. Bagaimana jika sistem masuk PTN dibuat seperti masuk SMP dan SMA negeri? Semua tahu persaingan masuk SMP dan SMA negeri begitu transparan. Berapa nilai ujian anak, berapa batas minimal masuk suatu sekolah semua serba transparan. Orang bisa lebih mudah menentukan pilihan, memudahkan bagi siapa saja, dan yang pasti cara ini menjamin keadilan: siapa pun bisa memilih di mana saja sesuai aturan.

Kita sering berpikir sesuatu itu tidak dilaksanakan karena sulit secara teknis atau mudah, tetapi mahal biayanya. Dalam hal seperti itu kita akan memakluminya. Untuk urusan mengumumkan nilai SBMPTN ataupun memberitahukan passing grade, rasanya tidak ada hal yang sulit dan juga tidak mahal. Yang dibutuhkan hanya kemauan.

Perlu kebesaran hati pihak-pihak yang sekiranya dirugikan jika transparansi ini dilakukan, tetapi itu tidaklah sia-sia. Mereka yang berkecimpung di pendidikan sebagai pendidik maupun pejabat yang berwenang kadang memang ingin menikmati keistimewaan yang tidak dipunyai kelompok masyarakat lain; sebagaimana pejabat di departemen lain sering juga mendapatkan fasilitas lebih dibandingkan masyarakat di luar departemennya.

Namun, janganlah fasilitas khusus itu didapatkan dengan cara merugikan masyarakat lain. Jika kita para pendidik dan pejabat yang berwenang mau melakukan perbaikan, maka telahmemulai tradisi baru yang akan meningkatkan kualitas pendidikan kita. Lebih dari itu, kita kaum pendidik dan pejabat di bidang pendidikan ikut menunjukkan bahwa kita juga sedang bergerak ke arah Indonesia yang lebih baik.

BUDI SANTOSA, GURU BESAR TEKNIK INDUSTRI ITS

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Juli 2016, di halaman 6 dengan judul "Transparansi SBMPTN".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

4 komentar:

  1. SETUJU 10.000% Pak Budi Santosa

    BalasHapus
  2. Betul sekali tulisan/saran Prof Budi Santosa
    Sy masih ingat, dilu waktu sy dan kakak masuk PTN, tahun awal komputerisasi (Perintis dan Sipenmaru), lembar jawaban (LJ) kertas komputer dikumpulkan dan diperiksa terpusat di Jakarta. Proses pemeriksaan LJ dijaga ketat, kecil kemungkinan ada intervensi dan titipan.
    Sekarang apa yg terjadi, krn alasan perkembangan alar scanner dan efisiensi, pemeriksaan tes SNMPTN dilakukan di kampus masing2. Dapat dibayangkan, ada anak-keponakan rektor, gurubesar, dosen dan pejabat kampus dan pejabat daerah lain2nya mempunyai keinginan sama, ingin masuk PTN. Dengan prasangka baik, banyak bisik2 pada murid, mengapa anak pejabat/kuasa kampus masuk PTN kendati prestasinya di sekolah biasa2 saja, maaf, jeblok, diterima PTN -- sementara yang lbh pintar dengan peringkat di sekolah baik meenangis, kecewa, gemas, marah dengan kondisi yg terjadi tanpa bisa berbuat apa2.
    Demikian pula apa yg dikatakan Prof Budi Santosa, apa kriteria SBMPTN? Apa sama kualitas satu sekolah dengan sekolah lainnya? Hal ini tidak transparan. Bagaimana dengan raport anak kepala sekolah yg belajar di sekolah ortunya?
    Sekali lagi, dapat dipastikan masyarakat atau orangtuamurid sangat setuju dengan tulisan/saran Prof Budi Santosa, demi menghilangkan kesan kecurangan terselubung.
    Wassalam

    BalasHapus
  3. Setuju sekali pak Budi Santosa..
    Sangat setuju, agar bisa menjadi bahan evaluasi bagi peserta tes.

    Saya sebagai peserta yang akan mengikuti ujian seperti ini untuk ke dua kalinya ditahun depan merasa buta dengan, 'apa yang perlu diperbaiki lagi?' agar bisa masuk di seleksi selanjutnya..

    BalasHapus
  4. terimakasih sudah membaca dan memberi tanggapan

    BalasHapus

Powered By Blogger