Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 31 Agustus 2016

Lestarikan Bahasa Indonesia//Obat Picu Alergi//Titipan Hilang (Surat Pembaca Kompas)

Lestarikan Bahasa Indonesia

Tahun 1977-1979, TVRI menayangkan acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang diasuh oleh JS Badudu dan Anton Moeliono. Kedua pakar bahasa tersebut membenahi penggunaan bahasa Indonesia yang tidak benar.

Setelah 40 tahun mereka istirahat, bahasa kita kini menjadi kacau-balau seperti perilaku pengguna jalan raya yang tidak patuh pada peraturan lalu lintas setiap hari.

Teringat tahun 1700 Lord Chesterfield mengingatkan pengguna bahasa Inggris:Words are the dress of thoughts; which should no more be presented in rags, tatters and dirt. (Kata-kata adalah busana pikiran; jangan ditampilkan dengan compang-camping, kecai-kecai, dan dekil).

Para pejabat pemerintah, termasuk para menteri, sering mengatakan bahwa keadaan ekonomi sudah kondusif atau keadaan keamanan sudah mulai kondusif. Orang lupa bahwa katakondusif berasal dari bahasa Inggris be conducive to... atau Water is conducive to your health. Artinya "air akan bermanfaat untuk kesehatanmu".

Sekarang, 11 bahasa daerah di NTT terancam punah, menurut berita Kompasbeberapa hari lalu. Tidak hanya itu, bahasa Indonesia pun terancam punah apabila ajaran JS Badudu dan Anton Moeliono tidak diperhatikan.

Lihatlah di sepanjang jalan bebas hambatan di seluruh Tanah Air. Di sana terpapar maklumat, iklan, promosi yang menggunakan bahasa yang tidak benar dan hampir semuanya bercampur dengan bahasa Inggris.

Demi bahasa persatuan, marilah kita kembali berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

WIDIJARTO ADIWONO

Jalan Mangga Besar, Jakarta Barat

Obat Picu Alergi

Pada 27 Juli 2016, saya ke Erha Apothecary di Plaza Indonesia karena rambut rontok. Konsultasi dengan dr Jacquilina Wenny Demu.

Saya mendapat gel obat luar, sampo, hair tonic, dan dianjurkan mengikuti paket laser empat kali. Selain obat luar, saya juga mendapat resep obat minum. Dijelaskan bahwa obat ini aman buat mag ataupun alergi.

Saya tidak mengonsumsi obat atau vitamin apa pun saat minum obat dari Erha. Pada hari ketiga, beberapa menit setelah minum kedua obat, tiba-tiba saya merasa badan tidak enak dan panas. Kulit muka saya memerah, di sekujur lengan timbul bentol-bentol.

Adik saya segera mengantar ke RS terdekat. Di UGD, saya mendapat obat suntik. Setelah reaksi alergi hilang, saya pulang dan mendapat obat minum.

Paginya, saya menelepon kenalan yang bekerja di Erha. Ia mengatakan mungkin masalah hormon. Sore harinya dokter yang menangani saya menelepon. Dia mengatakan bahwa baru kali ini ada kejadian seperti ini, bahwa salah satu obat tersebut adalah herbal dan bahwa semua sudah sesuai prosedur.

Saya minta supaya semua biaya yang saya keluarkan untuk membeli obat dari Erha dikembalikan dan ada penggantian biaya ke UGD. Dia menjawab akan mengajukan ke manajemen.

Keesokan harinya, supervisor Erha Apothecary menelepon. Ia menjelaskan Erha tidak bisa mengganti biaya UGD ataupun mengembalikan biaya obat. Yang bisa dikembalikan hanya biaya tiga kali laser yang belum dipakai. Beberapa hari kemudian, ada lagi orang Erha, bernama Mery, menghubungi saya lewat telepon. Tetap tidak ada perubahan.

Tidak pernah ada tawaran dari Erha untuk menemui saya, bahkan tidak ada satu pun dari pihak Erha yang meminta maaf.

M MULYANTO

Jalan Kavaleri, KPAD Jatiwaringin, Jakarta Timur

Titipan Hilang

Pada 14 Agustus 2016, saya melihat pameran lukisan Goresan Juang Kemerdekaan 17:71 di Galeri Nasional, Gambir, Jakarta. Pengunjung diwajibkan menitipkan barang ke tempat penitipan yang disediakan panitia dan diberi kupon tanda penitipan.

Saat berkeliling melihat pameran, saya menerima telepon ada kerabat yang meninggal. Saya terburu-buru menuju kamar jenazah di rumah sakit, lupa mengambil barang titipan.

Pada 17 Agustus, saya kembali ke Galeri Nasional, membawa kupon tanda penitipan. Namun, petugas di tempat penitipan (Bapak Agus) mengatakan barang saya tidak ada. Ia memberikan nomor telepon genggamnya dan berjanji akan memberi tahu jika barang saya ditemukan. Beberapa kali saya menelepon tidak diangkat, hanya sekali dibalas melalui SMS bahwa barang saya masih dicari.

Saya tidak tahu harus menghubungi siapa, apakah Galeri Nasional, Bekraf, atau panitia, karena tidak ada nomor kontak yang bisa dihubungi. Siapakah yang harus bertanggung jawab?

ADHI

Menteng Dalam, Jakarta

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Agustus 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger