Naskah kesepakatan gencatan senjata ditandatangani oleh Presiden Kolombia Juan Manuel Santos dan pemimpin pemberontak, Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC), TimoleĆ³n Jimenez alias Rodrigo Londono atau Timochenko, hari Kamis pekan lalu. Banyak di antara rakyat Kolombia yang terenyak kaget, bangga, puas, lega, dan dikuasai berbagai perasaan setelah mendengar bahwa gencatan senjata telah ditandatangani antara pemerintah dan pemberontak.
Sangat masuk akal bahwa rakyat Kolombia lega karena perang yang, menurut Centro Nacional de Memoria Historica, sudah merenggut 220.000 orang itu akhirnya berakhir. Kantor Kejaksaan Agung Kolombia menyebut 45.000 orang hilang (kemungkinan diculik lalu dibunuh). Namun, Komite Palang Merah menyebut angka yang lebih tinggi, yakni 100.000 orang.
Perang lebih dari setengah abad itu telah merobek-robek hati rakyat Kolombia, apalagi orang-orang kecil. Sebab, sebagian besar korban tewas adalah orang-orang miskin dan mereka yang tidak tahu-menahu akan persoalan yang diperjuangkan FARC yang mengangkat senjata memerangi pemerintah. Sejak dibentuk tahun 1964, FARC—kelompok pemberontak sayap kiri tertua di Kolombia—bertujuan untuk menyingkirkan pemerintah dan menggantinya dengan rezim Marxis.
Kesepakatan gencatan senjata tersebut adalah sebuah mukjizat—bagi rakyat Kolombia—karena mereka tak pernah membayangkan bahwa perdamaian itu akhirnya datang juga. Sangat sulit membayangkan bahwa para pemberontak bersedia berunding dan menandatangani gencatan senjata. Kesepakatan gencatan senjata itu dicapai setelah 30 tahun perundingan tidak menghasilkan apa-apa. Karena itu, rakyat Kolombia benar-benar merasa sangat pesimistis bahwa perdamaian akan terwujud.
Namun, di zaman seperti sekarang ini, mukjizat bisa saja terjadi dan memang sungguh terjadi. Rakyat Kolombia sungguh sangat beruntung. Sebab, di bagian dunia lainnya, perdamaian masih tercabik-cabik, persaudaraan hilang dan digantikan oleh permusuhan yang tiada tara. Konflik Israel-Palestina, misalnya, sudah melintasi abad dan hingga sekarang belum terlihat titik api perdamaian, bahkan titik yang sangat kecil pun belum terlihat.
Kesepakatan gencatan senjata sudah ditandatangani, tetapi itu baru tahap awal. Masih ada banyak hal, termasuk bagaimana mendamaikan rakyat dengan pemberontak dan menyelesaikan para mantan pemberontak, apakah mereka akan diampuni sama sekali. Yang tak kalah penting adalah bagaimana menjaga perdamaian itu agar tidak runtuh dan pecah perang kembali.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Agustus 2016, di halaman 6 dengan judul "Perdamaian Itu Akhirnya Datang".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar