Keinginan pemerintah junta militer Thailand itu dimasukkan dalam draf konstitusi yang direferendum pada hari Minggu (7/8) besok. Partai politik di Thailand mempersoalkan klausul draf konstitusi yang dianggap akan melemahkan peran partai politik dan memberikan para jenderal peranan untuk secara permanen mengawasi pembangunan ekonomi Thailand.
Draf konstitusi itu menetapkan bahwa pemerintah-pemerintah Thailand mendatang wajib untuk mengikuti Rencana Pembangunan Nasional 20 Tahun yang ditetapkan oleh militer. Bukan itu saja, draf konstitusi juga menetapkan, junta militer akan menunjuk anggota Senat, dengan mencadangkan kursi untuk para komandan militer agar mereka mengawasi anggota parlemen terpilih.
Dengan demikian, para komandan militer itu dapat menjamin setiap perubahan akan dilaksanakan, dan pada saat yang sama meyakinkan bahwa pemerintah terpilih akan mengerjakan tugasnya sesuai dengan apa yang dibebankan kepada mereka.
"Para komandan militer akan melakukan apa yang disebut sebagai 'baby-sitting(mengasuh bayi)'," ujar Jenderal Thawip Netniyom, Kepala Dewan Keamanan Nasional Thailand.
Pemerintah junta militer Thailand tampaknya gagal paham bahwa militer dan demokrasi itu bagaikan air dengan minyak, yang tidak dapat dicampur. Oleh karena, militer bekerja berdasarkan garis komando, sedangkan demokrasi bekerja berdasarkan musyawarah mufakat yang penuh perdebatan, sesuatu hal yang tak dikenal dalam militer.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Thailand, Kamis lalu, mengumpulkan sekitar 3.000 siswa, pegawai negeri, dan taruna militer di Royal Plaza, Bangkok, untuk menyukseskan referendum. KPU berharap 80 persen dari 50 juta warga pemilih akan memberikan suaranya. Banyak yang meragukan, rakyat Thailand akan menerima draf konstitusi yang menerima campur tangan militer dalam kehidupan politik di Thailand.
Sesuatu hal yang ditentang habis oleh rakyat Thailand, yang dipelopori oleh kelas menengah Thailand tahun 1992. Pada saat itu korban berjatuhan dalam aksi unjuk rasa menentang junta militer sehingga memaksa Raja Bhumibol Adulyadej turun tangan dengan mengganti junta militer.
Kini, 24 tahun kemudian, junta militer kembali melakukan hal serupa. Sayangnya, saat ini, Raja Bhumibol sudah berusia 88 tahun dan sakit-sakitan sehingga dikhawatirkan ia tidak dapat lagi setegas dulu terhadap militer. Kita hanya bisa berharap militer Thailand sadar bahwa era campur tangan militer dalam politik sudah berlalu dan menyerahkan urusan politik kembali kepada sipil.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Agustus 2016, di halaman 6 dengan judul "Draf Konstitusi Thailand Dikritik".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar