Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 15 Agustus 2016

TAJUK RENCANA: Menunggu Klarifikasi Istana (Kompas)

Status kewarganegaraan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar menjadi kontroversi di media sosial dan media massa.

Isu bermula dari percakapan grup Whatsapp dan diadopsi media massa menyangkut dwikewarganegaraan yang dianut Arcandra. Disebutkan dalam percakapan tersebut, Arcandra menjadi warga negara Amerika Serikat pada tahun 2012 melalui proses naturalisasi dan memegang paspor Amerika Serikat.

Perang pernyataan di media sosial terjadi. Terekam dalam cuitan di Twitter bahasa kasar yang justru bakal memanaskan suhu politik. Sementara esensi persoalan tidak dijawab para pihak yang punya otoritas memberikan penjelasan. Tidak ada komunikator dari Istana yang menjelaskan persoalan secara memadai.

Arcandra dilantik sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Rabu, 3 Agustus 2016, menggantikan Sudirman Said. Para pembantu Presiden harus bertanggung jawab soal "ketidaksempurnaan" dokumen administrasi menyangkut Arcandra yang sekarang diributkan. Kondisi ini menempatkan Presiden pada posisi sulit. Arcandra menghindar dari esensi persoalan soal tuduhan dirinya mempunyai kewarganegaraan ganda. Ketika ditanya wartawan, Arcandra mengatakan, "Lihat muka saya apa. Orang (dari) Padang begini," ujarnya.

Arcandra dinilai sebagai aset bangsa, orang pandai, dan mau meninggalkan pekerjaannya di Amerika Serikat untuk pulang ke Tanah Air patut diapresiasi. Namun, persoalan hukum dan politik bisa berbeda. Kita berharap Istana dan Arcandra segera memberikan klarifikasi. Klarifikasi itu diperlukan untuk menjelaskan duduk perkara soal tuduhan dwikewarganegaraan. Duduk perkara itu harus diletakkan dalam sistem hukum Indonesia, apakah UU No 12/2006 tentang Kewarganegaraan ataupun UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara.

Dalam Pasal 23 UU Kewarganegaraan diatur status seseorang melepaskan kewarganegaraan Indonesia. Ada sembilan hal yang membuat WNI kehilangan kewarganegaraannya, antara lain memiliki paspor atau surat bersifat paspor untuk negara lain (Pasal 23 Huruf h). Dianggap melepaskan kewarganegaraan Indonesia jika pernah mengangkat sumpah atau janji setia kepada negara asing (Huruf f).

Di era terbuka, klarifikasi dibutuhkan. Kejujuran dan nilai etis menjadi keniscayaan. Data pendukung dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan: benarkah Arcandra pernah menjadi warga negara AS? Penjelasan sepotong-sepotong yang tidak menjawab esensi persoalan hanya akan menimbulkan tanggapan baru yang menciptakan kegaduhan politik baru. Sikap Presiden ditunggu.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Agustus 2016, di halaman 6 dengan judul "Menunggu Klarifikasi Istana".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger