Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 13 September 2016

Pangkas Anggaran dan Birokrasi (EKO PRASOJO)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah akan kembali memangkas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 sebesar Rp 133,8 triliun. Sebelumnya, pada bulan Mei lalu, pemerintah sudah memangkas APBN sebesar Rp 50,2 triliun.

Selain target penerimaan negara yang diprediksi tidak akan tercapai, pemerintah juga melihat banyak anggaran belanja yang masih bisa dihemat, seperti biaya perjalanan dinas, honorarium, biaya rapat, pengadaan kendaraan operasional, dan kegiatan yang tak mendesak. Mengapa pemangkasan anggaran yang begitu besar dalam tahun anggaran berjalan bisa dilakukan? Apakah demikian buruknya perencanaan pembangunan kita? Atau apakah demikian tidak efisiennya birokrasi Indonesia?

Inefisiensi birokrasi

Jawaban atas berbagai pertanyaan sejatinya mengarah pada buruknya kualitas birokrasi kita. Perihal birokrasi Indonesia yang tidak efisien, sangat gemuk, tidak efektif, dan tidak produktif sebenarnya sudah lama disadari pemerintah. Selain belanja pegawai yang besar, banyak pula belanja program dan kegiatan yang tidak diperlukan. Bahkan, Political and Economic Risk Consultancy (PERC) tahun 2012 menyebutkan bahwa Indeks Efisiensi Birokrasi Indonesia adalah 8,37 (dari skor terbaik 1 dan skor terburuk 10).Angka ini mengindikasikan betapa birokrasi Indonesia sangat tidak efisien. Kultur eksis birokrasi saat ini adalah fungsi dari sistem yang sudah lama berjalan dan membentuk sikap mental/perilaku tidak efisien dan tidak efektif dalam bekerja.

Ada beberapa faktor penyebab timbulnya penyakit inefisiensi birokrasi di Indonesia. Pertama, struktur organisasi di kementerian, lembaga, dan juga pemerintahan daerah sangatlah gemuk, tidak mencerminkan tugas pokok dan fungsi yang sesungguhnya, sangat banyak tumpang tindih dan sangat terfragmentasi. Di pusat, selain 34 kementerian terdapat 28 lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) dan 91 lembaga nonstruktural (LNS). Struktur yang gemuk ini selain membutuhkan nutrisi anggaran yang besar untuk program dan kegiatan juga butuh anggaran besar untuk gaji, tunjangan, fasilitas, perjalanan dinas, honor narasumber, honor kegiatan, honor tim, dan berbagai keperluan personal lainnya.

Hal ini belum termasuk kebocoran yang berpotensi terjadi baik karena program dan kegiatan yang sebenarnya tidak diperlukan untuk kesejahteraan masyarakat maupun karena berbagai tumpang tindih antara program dan kegiatan di dalam kementerian/lembaga ataupun antarkementerian/lembaga.

Gemuknya organisasi kementerian dan lembaga sebenarnya sudah dikaji secara mendalam oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) pada periode Menteri Azwar Abubakar. Dengan metodologi machinery of government (MoG), kedeputian kelembagaan kementerian ini telah mengkaji dan menganalisis 47 urusan yang dimandatkan oleh UU No 39 Tahun 2007 tentang Kementerian Negara, berikut dengan sub-sub urusan yang detail, serta meneliti mandat pemerintahan di lebih dari 200 peraturan perundang-undangan.

Kajian tersebut membuktikan bahwa selain gemuk, organisasi kementerian dan lembaga saat ini juga tidak efisien dan tidak efektif. Proses bisnis pemerintahan antarsub urusan dengan sub-sub urusan yang lain tidak koheren, tidak sinergis, dan tidak bersambungan satu sama lain. Bahkan terjadi duplikasi fungsi dan tugas. Struktur organisasi pemerintah pusat masih tidak berubah—bahkan makin gemuk—setelah desentralisasi pemerintahan tahun 1999, di mana sebagian besar urusan sudah diserahkan kepada kabupaten/kota dan juga provinsi.

Selama kurun waktu 2011-2014, penulis mengamati rata-rata 20 proposal per bulan terkait perubahan organisasi kementerian/kelembagaan (K/L) yang diajukan kepada Menteri PAN dan RB berupa peningkatan status eselon, pembentukan unit organisasi baru, pembentukan unit pelaksana teknis, dan mandat organisasi lembaga nonstruktural yang baru baik atas perintah undang-undang (UU), peraturan pemerintah (PP), maupun peraturan presiden (perpres).

Sebagai contoh pada masa 2011-2014, selaku Wakil Menteri PAN dan RB yang diberi tugas untuk memimpin Tim Nasional Restrukturisasi Kementerian dan Lembaga, saya mengamati masalah dalam suburusan industri primer pertanian. Proses bisnis sub-urusan ini mengalami masalah organisasi dan kewenangan dari hulu ke hilir yang tidak sinergis dan tidak bersambung di antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian.

Demikian pula urusan kependudukan, fungsinya terfragmentasi antara natalitas dan mortalitas yang ada di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mobilitas penduduk yang ada di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta fungsi administrasi kependudukan yang ada di Kementerian Dalam Negeri.

Selain mengusulkan jumlah kementerian untuk dipangkas hingga 26 atau 30, pada saat itu tim juga mengusulkan rasionalisasi jumlah dan pengelompokan ulang direktorat jenderal di beberapa kementerian dan lembaga. Bahkan, di sejumlah kementerian, tim juga mengusulkan untuk menghapus dan menggabungkan dua hingga empat direktorat jenderal sebagai upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan urusan dan sub-urusan.

Telaah organisasi ini telah dilakukan di 16 kementerian/lembaga dan telah menghasilkan rekomendasi pemangkasan dan penggabungan beberapa direktorat jenderal, antara lain di Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pendidikan, Kementerian Sosial, dan lain-lain.

Jika rasionalisasi struktur organisasi kementerian/lembaga saat ini bisa dilakukan oleh pemerintah, penulis sangat yakin banyak sekali efisiensi pemerintahan dan belanja APBN yang dapat dihemat. Hal ini tentu telah dibuktikan sendiri oleh pemerintah bahwa tahun 2016 total APBN yang bisa dipangkas sebesar Rp 183,82 triliun.

Sumber kedua penyakit inefisiensi birokrasi di Indonesia adalah tidak diterapkannya manajemen kinerja oleh birokrasi. Banyak anggaran belanja pemerintah tidak memiliki kaitan langsung dengan kinerja yang akan dicapai dalam pembangunan, bahkan proses menjalankan kegiatan menjadi lebih penting daripada hasil yang akan dicapai.

Ketidakmampuan menghubungkan antara alat dan tujuan telah menyebabkan biaya-biaya kegiatan pemerintahan yang tidak relevan dalam birokrasi. Insentif melakukan perjalanan dinas dan rapat-rapat di luar kota masih dianggap sebagai sumber penghasilan tambahan bagi pegawai negeri sipil (PNS). Semakin banyak aktivitas yang diciptakan oleh instansi, semakin banyak pula kemungkinan untuk mendapatkan tambahan penghasilan melalui perjalanan dinas, honor tim, honor kegiatan, dan lain-lain.

Masalah ini harus diatasi dengan menerapkan manajemen kinerja (organisasi ataupun individu) dan perbaikan penghasilan berbasis posisi jabatan (beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan risiko pekerjaan). Jika suatu unit organisasi tidak berkaitan dengan kinerja pemerintah yang akan dicapai, unit tersebut harus dihapuskan.

Fenomena gunung es

Dalam melakukan pemangkasan birokrasi, pemerintah tak boleh terjebak dengan fenomena gunung es. Apa yang terlihat di permukaan (lautan) birokrasi hanyalah simtom dari berbagai persoalan besar dalam struktur, kultur, dan proses bisnis di dalam (lautan) birokrasi yang tertanam dan mengakar sangat lama. Proses perubahan birokrasi yang mendasar tidak terjadi dalam waktu singkat, bahkan kadang kala membutuhkan tiga atau empat periode kepemimpinan presiden. Namun, ini menjadi sebuah keniscayaan.

Perombakan (penggabungan atau penghapusan) struktur organisasi dan perubahan proses bisnis pemerintahan, baik di dalam maupun antarkementerian dan lembaga, harus segera dimulai dan dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Manajemen kinerja dengan indikator kinerja utama kementerian/lembaga dan setiap individu harus segera dibangun dan ditetapkan. Jika diperlukan, sebagai akibat restrukturisasi kementerian/lembaga perlu segera dibuat kebijakan pensiun dini bagi PNS sebagai kesempatan karier kedua (second career). Sistem penggajian pun harus direformasi secara total berbasis kinerja dengan memperkuat sistem karier terbuka dalam promosi jabatan PNS.

Pemangkasan birokrasi sebagai bagian dari reformasi birokrasi bukanlah jalan pintas dan bukanlah jalan yang sama sekali baru sekalipun dia sering kali berada di jalan yang sunyi. Reformasi birokrasi adalah jalan panjang di mana perubahannya harus dilakukan secara berkelanjutan antara satu periode kepemimpinan presiden dan periode kepemimpinan presiden berikutnya. Semoga.

EKO PRASOJO, GURU BESAR FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UI; WAKIL MENTERI PAN-RB 2011-2014

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 September 2016, di halaman 6 dengan judul "Pangkas Anggaran dan Birokrasi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger