Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 17 September 2016

Perang Budaya (R WILLIAM LIDDLE)

Di koran lokal kota saya, kepala berita tertera dalam huruf besar: "Isu LGBT Menggegerkan Chillicothe".  Kota saya adalah Columbus, ibu kota Negara Bagian Ohio, di tengah-tengah Amerika Serikat dari berbagai segi pandang, selain geografis juga ekonomi, politik, dan budaya.

 Chillicothe adalah ibu kota Kabupaten Ross, terletak di tepi Sungai Scioto, 80 kilometer dari Columbus dan berpenduduk sekitar 20.000 jiwa.  Yang dimaksudkan isu LGBT tentu tuntutan kaum lesbian, gay, biseksual, dan transjender agar hak-hak mereka diakui dan dihargai.

Hal-hal yang terjadi di Chillicothe jarang menjadi kepala berita di luar kota sepi itu.  Kali ini, pencetusnya rancangan peraturan daerah anti diskriminasi yang diusulkan oleh anggota Dewan Kota.  Materi pokok yang paling kontroversial adalah sebuah badan hukum, terdiri atas tiga orang, yang berhak menghakimi warga yang terbukti melakukan tindakan diskriminatif.  Hukuman yang disarankan berupa denda dan penjara.

Hampir 250 warga memadati Balai Kota Chillicothe ketika rancangan itu dibahas.  Yang paling ketus yaitu pebisnis dan wakil gereja Kristen Protestan konservatif. Keluh seorang pendeta: "Saya melawan perda ini karena hal-hal yang akan terjadi dan pintu-pintu yang akan dibuka.  Kami cinta, kami cinta, kami cinta, tetapi kami akan mempertahankan firman Tuhan sampai hari kematian kami!"

Tepuk tangan riuh menyusul.  Lalu, seorang veteran yang mengaku gaymenjelaskan bahwa ia masuk tentara untuk melindungi semua orang, bukan hanya LGBT.  "Namun, setelah saya pulang, saya sering diperlakukan secara tidak wajar, termasuk di Rumah Sakit Veterans Administration. Saya mau diperlakukan sama. Tidak lebih, tidak kurang."  Veterans Administration adalah jabatan veteran milik negara.

Segelintir hadirin tepuk tangan, termasuk wakil-wakil gereja liberal, yang di mana-mana bersikap lebih terbuka kepada kaum LGBT.  Namun, lebih banyak orang menggelengkan kepala atau mengejek sang veteran. 

Lalu, seorang terapis psikologi menyeletuk. Ia mengatakan baru pulang ke Chillicothe setelah merantau beberapa tahun.  "Yang kita bicarakan ternyata jauh lebih besar dari suatu rancangan perda," katanya.  "Saya merasa geram melihat begitu banyak orang yang tidak bersedia mendengarkan pandangan orang lain. Sayangnya, saya sedang belajar banyak yang baru tentang masyarakat saya yang mematahkan harapan."

Akhirnya, wali kota Chillicothe, seorang muda yang baru terpilih dalam pemilihan kepala daerah tahun lalu, menutup sidang secara amat dewasa dan bijaksana.  "Kita merupakan suatu mikrokosmos dari sebuah isu dan dialog yang bersifat nasional," katanya. 

"Saya maklum bahwa banyak kata yang diucapkan tadi melukai perasaan orang.  Namun, kekuatan suatu komunitas kecil di daerah perdesaan seperti kita adalah jalan tengah bisa ditemukan.  Prosesnya mungkin ugly, buruk rupa, tetapi kita mampu memecahkannya demi terbentuknya solidaritas yang lebih utuh di masa depan," katanya lagi.

AS dan Indonesia

Kiranya, ada dua implikasi dari peristiwa Chillicothe buat politik Amerika Serikat dan Indonesia.  Di tingkat nasional, politik AS sedang menghadapi jalan buntu.  Perseteruan di antara dua partai besar, Demokrat dan Republik, tak teratasi. Setidaknya sejak 2010, tatkala Dewan Perwakilan dikuasai kembali oleh Partai Republik, hampir setiap usul kebijakan Presiden Barack Obama, yang Demokrat, dilawan mati- matian oleh para pemimpin Republik.

Pada waktu yang sama, sebagai pengamat politik Indonesia saya merasa iri melihat betapa para pemimpin bangsa Anda berhasil menciptakan pemerintahan yang berjalan dengan baik.  Setidaknya dari segi kerja sama antara presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat, baik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dulu maupun Presiden Joko Widodo kini menikmati dukungan mayoritas anggota DPR.  

Jadi, kita boleh berharap bahwa presiden, Dewan Perwakilan, dan Senat baru di AS, usai pemilu November depan, akan meneladani sikap dan perilaku wali kota Chillicothe beserta dua presiden Indonesia terakhir.

Kedua, saya teringat perihal betapa pentingnya pemerintahan lokal, lepas dari manfaatnya selaku suri teladan, dalam negara demokratis. Alasannya macam- macam, tetapi tentu salah satu adalah "jalan tengah bisa ditemukan" seperti dinyatakan wali kota Chillicothe.

Berbeda dengan AS, Indonesia didirikan sebagai negara kesatuan. Namun, berkat desentralisasi, fondasi pemerintahan lokal yang otonom dan kuat telah diletakkan pada awal era reformasi. 

Semoga terus diapresiasi dan dikukuhkan sesuai dengan sumbangannya yang besar kepada kemajuan bangsa.

R WILLIAM LIDDLE

Profesor Emeritus Ilmu Politik, Ohio State University, Columbus, Ohio, Amerika Serikat

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 September 2016, di halaman 6 dengan judul "Perang Budaya".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger