Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 16 September 2016

TAJUK RENCANA: Kritik Ban untuk PBB (Kompas)

Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon berbicara blakblakan soal mekanisme di PBB yang "tak adil" dan tak memberi ruang untuk berinisiatif.

Ini merupakan kritik paling pedas yang diberikan orang tertinggi di PBB yang selama ini dikenal penuh integritas dan hati-hati dalam berbicara. Dalam wawancaranya dengan The Associated Press, Ban juga mengkritik pemimpin dunia yang lebih mementingkan kekuasaan daripada suara rakyat.

Apa yang melatarbelakangi pernyataan Ban? Tak lain adalah rasa frustrasinya. Sebagai Sekjen PBB, ia dihadapkan pada serentetan krisis di dunia, mulai dari perang, kelaparan, kemiskinan, bencana alam, hingga terorisme. Institusi yang dipimpinnya tidak bisa bergerak cepat untuk menyelesaikan krisis, mencegah konflik, ataupun mengatasi akibatnya karena panjangnya birokrasi di PBB. Konflik di Suriah, misalnya, telah memasuki tahun kelima dan banjir pengungsi yang diakibatkannya membuat krisis baru di Eropa.

Saking frustrasinya, Ban sampai-sampai mengatakan, "Mengapa nasib satu orang (Presiden Assad) begitu penting dan bisa menyandera seluruh penyelesaian krisis?"

Pukulan lainnya adalah soal pengungsi. Inisiatif Ban agar 10 persen pengungsi di dunia bisa dimukimkan setiap tahun bakal dieliminasi dari resolusi. Alasannya jelas, para pemimpin dunia, terlebih yang sedang menghadapi pemilu, sebisa mungkin bersikap keras soal imigran. Hal itu akan membuat popularitasnya naik di mata para pemilih.

Keberadaan Dewan Keamanan PBB, yang kelima anggota tetapnya (AS, Rusia, Tiongkok, Perancis, Inggris) memiliki hak veto, juga dinilai tidak adil untuk abad ke-21. Bayangkan, sebuah inisiatif dengan dukungan mayoritas negara anggota bisa dimentahkan oleh hanya satu negara yang memiliki kekuatan veto. Sungguh tidak adil, apalagi jika pertimbangan veto demi kepentingan politik dan bukan karena pertimbangan kemanusiaan.

Misalnya saja pada 22 Mei 2014, Rusia dan Tiongkok memveto resolusi PBB yang mengecam pemerintahan Suriah ataupun pada 18 Februari 2011 AS memveto rancangan resolusi terkait permukiman Israel di Tepi Barat. Namun, apa pun kelemahan PBB, institusi ini tetap dibutuhkan dunia. Hanya PBB yang paling efektif memberikan perlindungan terhadap warga sipil di wilayah konflik dan bencana, termasuk dalam penyaluran bantuan kemanusiaan dan pengiriman pasukan perdamaian.

Dengan mekanisme yang ada saat ini, kita berharap anggota tetap DK PBB bisa berpandangan reformis untuk memiliki komitmen terhadap misi mulia institusi ini. PBB juga harus memperbaiki dirinya dengan melakukan audit dan memangkas sistem birokrasi yang bertele-tele serta mempekerjakan orang-orang yang betul-betul memiliki integritas terhadap misi kemanusiaan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 September 2016, di halaman 6 dengan judul "Kritik Ban untuk PBB".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger