Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 26 September 2016

TAJUk RENCANA: Lelucon Netanyahu di PBB (Kompas)

Pada sidang ke-71 Majelis Umum PBB, PM Israel Benjamin Netanyahu mengundang Presiden otoritas Palestina Mahmoud Abbas pidato di Knesset.

Netanyahu mengatakan dari atas podium Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, akhir pekan lalu, bahwa ia mengundang Abbas untuk "bicara kepada rakyat Israel di Knesset (Parlemen) di Jerusalem" dan bahwa ia "dengan senang hati bicara di parlemen Palestina di Ramallah".

Dengan mengatakan hal seperti itu, Netanyahu ingin mengulang peristiwa istimewa yang menggetarkan dunia ketika Presiden Mesir Anwar Saddat berpidato di Knesset pada 20 November 1977. PM Israel ketika itu adalah Menachem Begin.

Ketika itu, Sadat menjadi pemimpin pertama negara-negara Arab yang berbicara di Knesset. Ia juga menjadi pemimpin negara tetangga Arab yang pertama mengatakan secara terbuka, "Hari ini, saya katakan kepada Anda semua, dan saya menyatakan ini kepada seluruh dunia, bahwa kami menerima untuk hidup bersama Anda dalam perdamaian yang permanen berdasarkan keadilan."

Sungguh, apa yang dikatakan dan dilakukan Saddat pada waktu itu merupakan sebuah keberanian luar biasa. Ia menembus segala bentuk hal yang "tabu". Padahal, Saddat adalah arsitek Perang Yom Kippur 1973. Perang berakhir setelah Mesir, Suriah, dan Israel menyetujui gencatan senjata yang disodorkan (dipaksakan) oleh PBB.

Keberanian Saddat membawa hasil, dengan ditandatanganinya perjanjian perdamaian dengan Israel—Perjanjian Camp David—yang menjadi dasar dikembalikannya Sinai oleh Israel kepada Mesir. Namun, keberanian Saddat itu juga harus ditebus dengan nyawa. Ia dibunuh tentara yang tidak senang terhadap tindakan Saddat.

Kini, Netanyahu menawarkan "hal yang sama" kepada Abbas. Akan tetapi, situasi dan kondisinya berbeda. Di bawah Netanyahu, Israel terus menambah wilayahnya dengan membangun permukiman baru, yang menjadi hambatan bagi terciptanya perdamaian.

Oleh karena itu, tidak berlebihan kalau Abbas menolak undangan tersebut dan mengatakan undangan itu sebagai sebuah "kepura-puraan" belaka. Palestina juga menyebut undangan Netanyahu itu sekadar "tipu muslihat baru" yang dirancang untuk menutupi kekerasan pendirian Israel sehingga perundingan perdamaian selalu menemui jalan buntu.

Apalagi dalam bagian pidatonya Netanyahu juga mengatakan bahwa dirinya hanya mendukung "solusi satu negara", bukan "solusi dua negara" yang berarti tidak akan ada Negara Palestina Merdeka. Dan yang ada, menurut Netanyahu, hanyalah "negara Yahudi".

Dengan demikian, jelas, tawaran Netanyahu di forum PBB itu hanyalah "omong kosong" atau sebuah "lelucon" belaka yang tidak keluar dari hati yang tulus.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 September 2016, di halaman 6 dengan judul "Lelucon Netanyahu di PBB".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger