Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 09 September 2016

TAJUK RENCANA: Mempertanyakan Peneguhan (Kompas)

Pemerintah meneguhkan status kewarganegaraan mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar sebagai warga negara Indonesia.

Terminologi "meneguhkan" disampaikan Menkumham Yasonna Laoly di depan Komisi III DPR. Pro dan kontra terjadi. Mengatasi perbedaan pendapat sebaiknya kita kembali pada konstitusi dan hukum. Pemerintah bisa meminta pendapat Mahkamah Agung jika memang ada masalah yang membutuhkan pendapat hukum.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan tidak mengenal istilah peneguhan kewarganegaraan. UU No 12/2006 memberi jalan naturalisasi warga negara asing (WNA) menjadi warga negara Indonesia (WNI) melalui Pasal 20 yang berbunyi: "Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberi kewarganegaraan Indonesia setelah memperoleh pertimbangan DPR, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan memiliki kewarganegaraan ganda". Jalan ini sudah banyak ditempuh. Atau, bisa menggunakan Pasal 31 dengan sejumlah syarat.

Masuk akal kalau DPR mempertanyakan istilah peneguhan yang tidak dikenal dalam UU Kewarganegaraan. Arcandra diangkat sebagai Menteri ESDM oleh Presiden. Setelah dilantik, terungkap Arcandra memegang paspor Amerika Serikat dan menjadi warga negara Amerika. Ada kelemahan verifikasi data oleh orang dan lembaga di sekitar Presiden. UU Kementerian Negara mensyaratkan calon menteri adalah orang berintegritas dan WNI.

Arcandra sebelumnya tidak dikenal. Namanya populer setelah Presiden mengangkatnya sebagai menteri. Jika logika hukum diikuti, ketika Arcandra menerima paspor Amerika dan berjanji setia kepada Amerika, otomatis Arcandra kehilangan kewarganegaraan Indonesia. Kini, status Arcandra menjadi tidak berkewarganegaraan. Dalam upaya melindungi warga negara secara maksimum, langkah pemerintah melindungi Arcandra dengan memberikan warga negara Indonesia. Tapi sebaiknya sesuai aturan.

Prestasi Arcandra membanggakan. Keinginannya pulang ke Tanah Air positif. Namun, kita juga mengerti ketika DPR mempersoalkan integritas. Di benak mereka, status kewarganegaraan seharusnya disampaikan kepada Presiden saat Presiden meminta Arcandra sebagai menteri. Sayang itu tidak terjadi. Malah kegaduhan yang muncul.

Terdengar spekulasi, setelah urusan warga negara beres, Presiden akan mengangkat Arcandra lagi sebagai menteri. Kita tidak percaya spekulasi itu. Kita yakin Presiden taat pada hukum dan konstitusi serta memahami perasaan publik. Pengabdian Arcandra tak harus di kursi menteri karena posisi itu bisa membebani Presiden.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 September 2016, di halaman 6 dengan judul "Mempertanyakan Peneguhan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger