Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 19 Oktober 2016

Menanti Gebrakan Jonan (SINGGIH WIDAGDO)

Presiden Jokowi telah menetapkan pilihan, menunjuk Ignasius Jonan sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Archandra Tahar sebagai Wakil Menteri ESDM.

 Dengan terpilihnya menteri, telah ada kepastian, siapa penanggung jawab pengelolaan kekayaan sumber daya alam mineral milik negara.

Tantangan Jonan-Arcandra adalah mengarahkan kekayaan sumber daya alam ini agar tidak hanya dinikmati segelintir orang. Singkatnya, kekayaan sumber daya harus dikembalikan pada amanah konstitusi, yaitu untuk kesejahteraan rakyat. Ini merupakan semacam stempel yang harus melekat pada "lokomotif" baru Kementerian ESDM ini.

Sebagai kementerian teknis, ESDM satu-satunya kementerian yang bertanggung jawab atas lima undang-undang; energi, minyak dan gas (migas); mineral dan batubara (minerba); panas bumi; serta kelistrikan. Masalah yang dihadapi bukan saja pada masalah teknik, melainkan lebih pada masalah legal (minerba) sekaligus masalah mafia migas yang masih menjadi persoalan yang diperdebatkan sampai saat ini.

Dengan kompleksitas ini, Jonan barangkali sosok yang tepat untuk duduk dan mengendalikan kementerian ini. Dengan pengalamannya selama ini, khususnya sebagai orang yang memiliki kemampuan belajar cepat (fast learner) dengan jiwa revolusionernya, Jonan diharapkan mampu mengembalikan amanah konstitusi; kesejahteraan rakyatlah tujuan utama pengelolaan sumber daya alam.

Arcandra, dengan segala pengalaman di sektor industri migas, akan menjadi mitra dalam menetapkan arah kebijakan migas. Perdebatan di media sosial selama ini yang melihat masalah ESDM identik dengan sekadar masalah migas terlalu menyederhanakan masalah. Terdapat lima UU yang melekat pada ESDM dan masalah terkait 10.000 izin usaha pertambangan (IUP).

Tantangan minerba

Harus diakui, negeri ini kurang memiliki visi untuk sektor minerba. UU Minerba yang menjadi dasar kebijakan jangka panjang pun masih penuh kontroversi dan diperlukan revisi yang belum tentu akan selesai pada akhir tahun ini. Peta jalan (road map) mineral dan batubara yang semestinya menjadi dokumen yang bersifat dinamis dan harus dimiliki ESDM sampai saat ini pun belum ada. Belum lagi rencana infrastrukturnya (Indonesia Coal/Mineral Infrastructure Plan), yang harus segera dibuat.

Tanpa memiliki peta jalan mineral dan batubara, sekaligus rencana infrastrukturnya, menjadi sulit bagi ESDM bekerja dengan fokus, dan dapat melakukan evaluasi sekaligus perbaikan dalam mengoptimalkan mineral dan batubara bagi kepentingan Indonesia secara menyeluruh.

Apakah Jonan mampu memperbaiki karut-marut industri pertambangan, khususnya IUP skala kecil dan pertambangan ilegal? Cara kerja Jonan yang cenderung tegas, berani, dan kadang "gila" sebagaimana telah dilakukannya untuk membenahi masalah perkeretaapian tentu sangat diperlukan dalam menyelesaikan masalah minerba. Semoga Jonan mampu meletakkan bangunan ESDM sebagai bangunan besar dalam melindungi sumber daya alam bagi kesejahteraan rakyat. Ini memerlukan sikap tegas dan komunikatif, sekaligus membangun, agar lintas sektoral kementerian yang ada dalam bangunan besar ESDM menjadi lebih terintegrasi untuk kepentingan nasional.

Dengan terbangunnya rumah besar ESDM beserta konsep strategis yang telah dimilikinya, diharapkan Jonan dapat bekerja secara optimal. Karut-marut masalah minerba pada awalnya bukan kesalahan rakyat dan industri pertambangan semata. Kesalahan tetap ada pada pemerintah sebagai pihak paling berwenang dalam mengelola kekayaan sumber daya alam. Sebagian mineral dan batubara yang bernilai vital dan strategis, oleh pemerintah pusat dibebaskan dikelola pemerintah daerah (pemda), seterusnya oleh pemda diberikan ke pemerintah provinsi.

Sektor eksplorasi

Selain peta jalan mineral dan batubara, penataan IUP dan tambang ilegal, eksplorasi menjadi pekerjaan rumah yang saat ini harus menjadi prioritas ESDM. Eksplorasi adalah hulu bagi industri minerba dan migas, dan sangat strategis bagi negara dalam mendapatkan keakuratan data cadangan sumber daya alam. Ironisnya, investasi eksplorasi terus menurun sampai saat ini.

Tekanan atas harga komoditas global telah menyeret semua pelaku industri migas dan minerba untuk mengurangi investasi di tahap eksplorasi. ESDM tidak akan menjadi pelaku utama penentu harga komoditas. Oleh pelaku usaha, turunnya harga komoditas dihadapi dengan langkah efisiensi, tetapi efisiensi pada skala korporasi akan lebih optimal apabila dikerjakan juga oleh ESDM melalui sejumlah kebijakan fiskal terkait.

Di tengah tekanan terhadap harga komoditas migas dan pertambangan, hampir semua pelaku usaha mengurangi budget eksplorasinya, sebetulnya kondisi ini justru terbalik bagi kepentingan negara. Untuk menghadapi tantangan nasional ke depan, khususnya tantangan atas pendapatan negara dan ketahanan energi, neraca sumber daya energi dan minerba harus terus terjaga tetap positif dan bahkan harus meningkat tajam untuk tujuan nasional ke depan.

Sebelumnya, ESDM telah memiliki Komite Eksplorasi Nasional (KEN) sebagai lembaga ad hoc untuk memecahkan kebuntuan di sektor eksplorasi, tetapi tidak jelas alasan yang dapat ditangkap selain alasan budget, KEN telah dibubarkan dan dikembalikan kepada struktural ESDM. Bagi struktural ESDM yang lebih banyak berkecimpung dalam sisi regulasi tentu tidak akan mudah memecahkan kebuntuan masalah eksplorasi, yang secara riil lebih banyak dihadapi dan diketahui oleh industri secara langsung.

Dengan budget yang sangat kecil, KEN telah mampu memberikan hasil cepat (quick-win) dalam menyelesaikan masalah eksplorasi. Dengan anggota yang hampir semuanya dari pelaku usaha, semestinya KEN dapat dikembalikan sebagai mitra ESDM dalam memetakan masalah industri migas dan minerba. Toh, implementasi usulan KEN bukan ada di tangan KEN, melainkan tetap di tangan ESDM.

Beberapa langkah

Mengingat masalah minerba adalah alur panjang sejak dari eksplorasi sampai dengan industri, beberapa langkah yang bisa dilakukan Jonan sebagai "lokomotif" ESDM adalah sebagai berikut. Pertama, ESDM segera menetapkan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) dan segera melakukan pelelangan. Moratorium IUP perlu segera dicabut, tetapi lebih ditekankan untuk kepentingan IUP dalam melakukan aktivitas eksplorasi. Pencabutan moratorium harus dilakukan untuk memperluas cakupan wilayah kegiatan eksplorasi. Laporan semua eksplorasi harus masuk ke ESDM untuk kepentingan ESDM mengelola sumber daya alam ke depan bagi kepentingan nasional.

Kedua, membersihkan sektor ESDM dari kepentingan personal. Mencabut IUPnonclear and clean dan memasukkan ke wilayah pencadangan negara (WPN) sekaligus memberantas pertambangan ilegal, harus menjadi salah satu prioritas. Dengan sikap "gila" Jonan, kita mengharapkan IUP yang jelas-jelas melanggar secara hukum harus ditindak secara tegas, siapa pun pemiliknya.

Ketiga, melepaskan ego kementerian mengingat masalah geologi bukan sekadar masalah nilai rupiah, melainkan melekat masalah sumber daya alam, pemetaan kebutuhan energi, mitigasi, dan ketahanan nasional. Badan Geologi ESDM seharusnya diletakkan sebagai Badan Geologi Indonesia, langsung di bawah Presiden, sebagaimana di sejumlah negara lain. Dengan demikian, ESDM lebih fokus menata kekayaan sumber daya alam bagi kepentingan rakyat.

Akhirnya, apakah ESDM akan menjadi lebih baik dan dapat membuktikan bahwa ESDM menjadi yang terdepan dalam mengelola sumber daya alam bagi rakyat? Semuanya akan berpulang kepada Johan, apakah mampu membuktikan menjadi "lokomotif" yang kuat dan kokoh seperti pada saat Jonan menjadi "lokomotif" PT Kereta Api Indonesia.

SINGGIH WIDAGDO

Ketua Kebijakan Publik Ikatan Ahli Geologi Indonesia

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Oktober 2016, di halaman 7 dengan judul "Menanti Gebrakan Jonan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger